Hapus Hukuman Mati Sekarang Juga!

Hapus Hukuman Mati Sekarang Juga!

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sulawesi, Lembaga Pengembangan Studi Hukum dan HAM (LPS HAM) Sulteng, Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Cab Palu, Persekutuan Mahasiswa Kristen Oikumene (PMKO) FakultasPertanian Universitas Tadulako

Palu – 10 Oktober 2006 diperingati sebagai Hari Penghapusan Hukuman Mati se-dunia,
organisasi-organisasi diberbagai belahan dunia pada hari ini melakukan berbagi aksi, pernyataan sikap untuk gerakan hapus Hukuman Mati.
  
Kami memandang bahwa hukuman mati bukanlah jalan keluar dari bobroknya sistem peradilan di Indonesia, harus diakui bahwa sistem peradilan di Indonesia tidak
dapat dikatakan sebagai sistem peradilan yang melahirkan keadilan sejati, masih diperlukan reformasi hukum, aparat penegak hukum maupun perbaikan moral aparat penegak hukumnya, sehingga dapat melahirkan keadilan yang benar-benar adil.
  
Sungguh ironis, dibalik carut-marutnya wajah hukum di Indonesia ini, hingga kini aling tidak ada 11 peraturan perundang-undangan di Indonesia yang masih memiliki
ancaman hukuman mati seperti di dalam KUHP, UU Narkotika, UU Anti Korupsi, RUU Anti Terorisme, dan UU Pengadilan HAM. Daftar ini bisa bertambah panjang dengan adanya RUU Intelejen dan RUU Rahasia Negara. Saat ini paling sedikit ada sekitar 90-an terpidana mati yang sedang menghadapi eksekusi.
  
Berbagai argumentasi hukum di Indonesia dikumandangkan oleh para pendukung hukuman mati, seperti; keadilan bagi korban, ini juga tidak bisa disamaratakan, karena Brian K. Deegan, Ayah Joshua Kevin Deegan, korban Bom Bali I lewat suratnya, secara tegas menolak Hukuman Mati atas pelaku Bom Bali I. Alasan lain sebagai efek jera, ini juga tidak ada pembuktian ilmiah bahwa Hukuman Mati lebih baik dari pada jenis hukuman lainnya, seperti Hukuman Seumur Hidup, serta dapat menurunkan angka kejahatan, karena dari berbagai studi ilmiah, tingkat kejahatan yang meningkat berkaitan erat dengan tingkat kesejahteraan masyarakat dan korupnya suatu pemerintahan yang berkuasa.
  
Perlu diingat pula saat ini telah banyak instrumen hukum baik nasional maupun internasional yang telah melarang praktek Hukuman Mati, seperti; Amandemen Kedua Konstitusi UUD ’45 (Pasal 28 I ayat 1) menegaskan:  "Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yangtidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun."
  
Demikian juga dengan instrument HAM Internasional;
(1) Second Optional Protocol to the International Covenant on Civil and Political Rights, aiming at the abolition of the death penalty, Saat ini sudah 59 negara yang meratifikasinya. Protokol Kedua ini terbuka bagi seluruh negara yang sudah menjadi pihak pada KovenanInternasional Hak-Hak Sipil dan Politik, termasuk Indonesia;
(2) -Protocol No. 6 to the European Convention on Human Rights , Protokol untuk negara-negara di Eropa ini hanya membuka peluang praktek hukuman mati di masa perang. Sudah 45 negara yang meratifikasinya;
(3) Protocol No. 13 to the European Convention on Human Rights, Protokol ini jauh lebih maju lagi dengan mengapuskan praktek hukuman mati dalam situasi apa pun. Sudah 36 negara yang meratifikasinya;
(4) Protocol to the American Convention on Human Rights , Protokol ini berlaku bagi negara-negara di kawasan benua Amerika yang sudah meratifikasi American Convention on Human Rights.Protokol ini hanya mengizinkan praktek hukuman mati di masa perang. Sudah 8 negara yang meratifikasinya;
(5) International Covenant on Civil and Political Rights , Kovenan ini melarang penerapan hukuman mati terhadap perempuan hamil, ibu yang baru melahirkan, anak di bawah 18 tahun pada saat melakukan kejahatan, harus memenuhi prinsip fair trial, dan hukuman mati hanya berlaku bagi "kejahatan yang paling serius". Indonesia sudah menjadi negara pihak dari Kovenan ini sehingga segala ketentuan di atas harus dipenuhinya;
(6) International Criminal Court , Pengadilan Pidana Internasional ini merupakan pengadilan HAM internasional yang menangani kejahatan paling serius di bawah hukum internasional: genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, dan agresi. Meski demikian penerapan hukuman mati tidak diperbolehkan dalam mekanisme pengadilan internasional ini sebagaimana yang tercantum dalam statunya, Rome Statue of ICC;
(7) UN Security Council, Dewan Keamanan PBB juga melarang penggunaan hukuman mati pada Tribunal HAM Internasional untuk negara-negara bekas Yugoslavia (ICTY) dan Rwanda (ICTR). Padahal kedua pengadilan HAM internasional bikinan PBB ini juga menangani kejahatan paling serius dibawah Hukum Internasional.

Oleh karena itu kami mendesak; (1) Hapus Hukuman Mati atas Amrozi Cs yang saat ini tinggal menunggu waktyu eksekusi; (2) Hapus Hukuman Mati di Indonesia, tidak ada lagi alasan bagi Rejim SBY-JK untuk menerapkan Hukuman Mati di Indonesia, karena Hukuman Mati adalah jenis hukuman yang paling tidak manusiawi; (3) Se-segera mungkin dilakukan reformasi hukum dan perbaikan moral aparat penegak hukum di Indonesia yang saat ini masih jauh dari harapan lahirnya keadilan sejati.

Seharusnya untuk menjawab meningkatnya angka kejahatan, Rejim SBY-JK harus melakukan peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan membuka lapangan pekerjaan yang luas, peningkatan upah, pendidikan dan kesehatan yang layak.(**)

Palu, 10 Oktober 2006
KontraS Sulawesi 

(Edmond L.S, SH)
Koordinator

LPS HAM Sulteng

(Huisman Brant T, SH)
Dirtektur   Eksekutif
             
GMKI Cab Palu

(Janner Purnama, STh)
Sekretaris Cabang

PMKO Fak Pertanian

(Kristison Towimba)
Ketua

Hapus Hukuman Mati Sekarang Juga!

Hapus Hukuman Mati Sekarang Juga!

Palu – 10 Oktober 2006 diperingati sebagai Hari Penghapusan Hukuman Mati se-dunia, organisasi-organisasi diberbagai belahan dunia pada hari ini melakukan berbagi aksi, pernyataan sikap untuk gerakan hapus Hukuman Mati.
 
Kami memandang bahwa hukuman mati bukanlah jalan keluar dari bobroknya sistem peradilan di Indonesia, harus diakui bahwa sistem peradilan di Indonesia tidak dapat dikatakan sebagai sistem peradilan yang melahirkan keadilan sejati, masih diperlukan reformasi hukum, aparat penegak hukum maupun perbaikan moral aparat penegak hukumnya, sehingga dapat melahirkan keadilan yang benar-benar adil.

Sungguh ironis, dibalik carut-marutnya wajah hukum di Indonesia ini, hingga kini paling tidak ada 11 peraturan perundang-undangan di Indonesia yang masih memiliki ancaman hukuman mati seperti di dalam KUHP, UU Narkotika, UU Anti Korupsi, RUU Anti Terorisme, dan UU Pengadilan HAM. Daftar ini bisa bertambah panjang dengan adanya RUU Intelejen dan RUU Rahasia Negara. Saat ini paling sedikit ada sekitar 90-an terpidana mati yang sedang menghadapi
eksekusi.

Berbagai argumentasi hukum di Indonesia dikumandangkan oleh para pendukung hukuman mati, seperti; keadilan bagi korban, ini juga tidak bisa disamaratakan, karena Brian K. Deegan, Ayah Joshua Kevin Deegan, korban Bom Bali I lewat suratnya, secara tegas menolak Hukuman Mati atas pelaku Bom Bali I. Alasan lain sebagai efek jera, ini juga tidak ada pembuktian ilmiah bahwa Hukuman Mati lebih baik dari pada jenis hukuman lainnya, seperti Hukuman Seumur Hidup, serta dapat menurunkan angka kejahatan, karena dari berbagai studi ilmiah, tingkat kejahatan yang meningkat berkaitan erat dengan tingkat kesejahteraan masyarakat dan korupnya suatu pemerintahan yang berkuasa.

Perlu diingat pula saat ini telah banyak instrumen hukum baik nasional maupun internasional yang telah melarang praktek Hukuman Mati, seperti; Amandemen Kedua Konstitusi UUD ’45 (Pasal 28 I ayat 1) menegaskan:  "Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun."

Demikian juga dengan instrument HAM Internasional;
(1) Second Optional Protocol to the International Covenant on Civil and Political Rights, aiming at the abolition of the death penalty, Saat ini sudah 59 negara yang meratifikasinya. Protokol Kedua ini terbuka bagi seluruh negara yang sudah menjadi pihak pada Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik, termasuk Indonesia;

(2) -Protocol No. 6 to the European Convention on Human Rights , Protokol untuk negara-negara di Eropa ini hanya membuka peluang praktek hukuman mati di masa perang. Sudah 45 negara yang meratifikasinya;

(3) Protocol No. 13 to the European Convention on Human Rights, Protokol ini jauh lebih maju lagi dengan mengapuskan praktek hukuman mati dalam situasi apa pun. Sudah 36 negara yang meratifikasinya;

(4) Protocol to the American Convention on Human Rights , Protokol ini berlaku bagi negara-negara di kawasan benua Amerika yang sudah meratifikasi American Convention on Human Rights. Protokol ini hanya mengizinkan praktek hukuman mati di masa perang. Sudah 8 negara yang meratifikasinya;

(5) International Covenant on Civil and Political Rights , Kovenan ini melarang penerapan hukuman mati terhadap perempuan hamil, ibu yang baru melahirkan, anak di bawah 18 tahun pada saat melakukan kejahatan, harus memenuhi prinsip fair trial, dan hukuman mati hanya berlaku bagi "kejahatan yang paling serius". Indonesia sudah menjadi negara pihak dari Kovenan ini sehingga segala ketentuan di atas harus dipenuhinya;

(6) International Criminal Court , Pengadilan Pidana Internasional ini merupakan pengadilan HAM internasional yang menangani kejahatan paling serius di bawah hukum internasional: genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, dan agresi. Meski demikian penerapan hukuman mati tidak diperbolehkan dalam mekanisme pengadilan internasional ini sebagaimana yang tercantum dalam statunya, Rome Statue of ICC; (7) UN Security Council, Dewan Keamanan PBB juga melarang penggunaan hukuman mati pada Tribunal HAM Internasional untuk negara-negara bekas Yugoslavia (ICTY) dan Rwanda (ICTR). Padahal kedua pengadilan HAM internasional bikinan PBB ini juga menangani kejahatan paling serius dibawah Hukum Internasional.

Oleh karena itu kami mendesak;
(1) Hapus Hukuman Mati atas Amrozi Cs yang saat ini tinggal menunggu waktyu eksekusi;
(2) Hapus Hukuman Mati di Indonesia, tidak ada lagi alasan bagi Rejim SBY-JK untuk menerapkan Hukuman Mati di Indonesia, karena Hukuman Mati adalah jenis hukuman yang paling tidak manusiawi;
(3) Se-segera mungkin dilakukan reformasi hukum dan perbaikan moral aparat penegak hukum di Indonesia yang saat ini masih jauh dari harapan lahirnya keadilan sejati.

Seharusnya untuk menjawab meningkatnya angka kejahatan, Rejim SBY-JK harus melakukan peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan membuka lapangan
pekerjaan yang luas, peningkatan upah, pendidikan dan kesehatan yang layak.(**)

Koalisi Masyarakat Anti Hukuman Mati  (KOMA)
Sekretariat : Jl. Nggoriovala No 23 A, Kel Tanamodindi, Kec Palu Selatan,
Telp/Fax : 0451-452281, Palu, Sulteng

 

Palu, 10 Oktober 2006
KontraS Sulawesi 
(Edmond L.S, SH) 
Koordinator

LPS HAM Sulteng
(Huisman Brant T, SH)
Dirtektur Eksekutif

GMKI Cab Palu
(Janner Purnama, STh)
Sekretaris Cabang

PMKO Fak Pertanian
(Kristison Towimba)
Ketua