Kejaksaan Kembalikan Lagi Berkas Semanggi

Keluarga korban terus berharap.

Jakarta — Kejaksaan Agung akan mengembalikan berkas kasus pelanggaran hak asasi manusia Semanggi I dan II ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia untuk dilengkapi. "Karena masih ada yang belum terpenuhi," kata Direktur HAM pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Suhartoyo di kantornya kemarin.

Namun, Suhartoyo tak menjelaskan syarat apa saja yang belum dipenuhi. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Hendarman Supandji menyatakan ada unsur pidana pelanggaran HAM yang belum dipenuhi dalam berkas itu.

Akibat kekurangan itu, Kejaksaan Agung kesulitan meningkatkan penyelidikan menjadi penyidikan. "Usul DPR menjadi alasan lain Kejaksaan Agung mengembalikan berkas kasus Semanggi I dan II," ujar Hendarman.

Kasus Semanggi I terjadi pada 13 November 1998 di wilayah Semanggi, Jakarta Selatan, ketika 13 orang orang tewas akibat peluru tajam di tengah unjuk rasa menentang Sidang Istimewa MPR. Korban tewas adalah Bernadinus Realino Norma Irmawan/Wawan (mahasiswa Fakultas Ekonomi Atma Jaya angkatan 1996), Teddy Mardani (ITI), Sigit Prasetyo (YAI), Engkus Kusnadi (Universitas Jakarta), Heru Sudibyo (Universitas Terbuka), Muzamil Joko Purwanto (Universitas Indonesia), Abulah (masyarakat), Agus Setiana (pelajar/tukang ojek), Budiono (masyarakat), Doni Efendi (karyawan), Rinanto (anggota satuan pengamanan Hero), Sidik (masyarakat), dan Lukman Firdaus (pelajar).

Adapun kasus Semanggi II terjadi pada 8 September 1999 dalam unjuk rasa menolak Rancangan Undang-Undang Penanggulangan Keadaan Bahaya. Mahasiswa Universitas Indonesia, Yap Yun Hap, tewas diterjang pelor.

Menurut anggota Komnas HAM, Enny Soeprapto, berkas penyelidikan diserahkan kepada Kejaksaan Agung pada 29 April 2002. Kejaksaan telah mengembalikan berkas itu sebanyak tiga kali, terakhir pada 8 Desember 2004. "Kami kirim lagi berkas itu pada 6 Januari tahun lalu," ujarnya.

Ia berpendapat pengembalian berkas tak memenuhi syarat seperti yang diatur dalam Undang-Undang Pengadilan HAM Ad Hoc Nomor 26 Tahun 2000. Kejaksaan mempersoalkan tak ada sumpah penyelidik, padahal, menurut undang-undang, berkas dikembalikan jika tak memenuhi unsur pelanggaran HAM berat. Wakil Ketua Komnas HAM Zoemrotin K. Susilo mengatakan penyelesaian kasus ini bergantung pada kemauan politik pemerintah.

Ketua Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Usman Hamid menilai pemerintah dan DPR kurang memperhatikan penyelesaian kasus-kasus penembakan terhadap aktivis 1998. Kontras berkali-kali melakukan audiensi dengan mereka. "Belum juga ditindaklanjuti," katanya seusai berorasi dalam acara peringatan kasus Semanggi I di pelataran parkir Universitas Atmajaya kemarin.

Peringatan itu dihadiri puluhan keluarga korban. Acara diawali dengan ziarah ke makam Wawan di TPU Joglo, dilanjutkan aksi tabur bunga di pelataran Atma Jaya. Acara puncak berupa mimbar bebas digelar pada pukul 14.00 WIB.

Sumiarsih, ibu Wawan, menilai pemerintah belum memiliki kemauan untuk menuntaskan kasus ini. "(Tapi) saya selalu memelihara harapan negara ini bisa membawa kasus ini ke Pengadilan Hak Asasi Manusia Ad Hoc," ujarnya. Fanny Febiana | Agoeng Wijaya