Pernyataan Golkar soal HAM Diragukan


Kontras: Kalau Serius Bentuk Pengadilan HAM

Jakarta, Kompas – Pernyataan politik Partai Golkar yang mendukung komitmen nasional dan mendorong upaya pemerintah untuk penyelesaian kasus hak asasi manusia dinilai hanyalah retorika belaka. Golkar dinilai tidak serius merealisasikannya.

“Pernyataan politik itu hanya retorika. Selama ini saya tidak melihat ada langkah signifikan dari Partai Golkar dalam menyelesaikan kasus Munir, kasus orang hilang di tahun 1997/1998, kasus Lampung, atau kasus Tanjung Priok,” ujar Arbi Sanit, dosen Ilmu Politik Universitas Indonesia, Sabtu (18/11).

Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Usman Hamid mencatat, Partai Golkar pada periode 1999-2004 adalah parpol yang bersikap defensif terhadap usaha penyelesaian HAM pada masa lalu. Hal itu terlihat dalam penyelesaian kasus Trisakti, Semanggi I dan II. Partai Golkar bahkan mempertahankan tokoh Orde Baru yang ikut bertanggung jawab dan memasukkan dalam kepengurusan Partai Golkar.

Pada periode 2004-2009, resistensi Partai Golkar terhadap penyelesaian kasus HAM pun kembali terjadi. Ketika ada upaya untuk membuka kembali kasus Trisakti, Semanggi I, II di DPR, Golkar justru pasif dan di balik layar mempermainkan mahasiswa dengan menggunakan birokrasi politik di DPR dengan melakukan politik “ping-pong”.

Ketua Panitia Pengarah Rapimnas Partai Golkar Theo L Sambuaga membantah kalau pernyataan itu hanya retorika. “Kami memang ingin betul menyelesaikan kasus HAM secara tuntas. Ini sebagai komitmen kami terhadap reformasi,” ujarnya.

Menurut Theo, Partai Golkar menghendaki kasus HAM dapat diselesaikan secara tuntas dengan dua cara, yaitu berdasarkan hukum, tetapi untuk kasus HAM pada masa lalu bisa diselesaikan dengan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi.

Arbi mengharapkan masyarakat mencatat pernyataan politik Golkar soal HAM ini. Arbi menduga, Golkar menjalankan politik “dua muka”. Partai Golkar mengampanyekan pemberantasan kejahatan lama, tetapi juga memberi penghargaan tinggi kepada orang lama, misalnya, Soeharto. “Rakyat harus menagih dan menghukum kalau janji tidak dipenuhi,” kata Arbi.

Usman menambahkan, kalau serius, Golkar bisa menyarankan pembentukan Pengadilan HAM untuk kasus Trisakti dan Semanggi I dan II. (sut)