Penegakan Hukum Kembali ke Titik Nol

JAKARTA — Lembaga Bantuan Hukum Jakarta menilai penegakan hukum dan hak asasi manusia sepanjang 2006 mengalami kemunduran dan kembali ke titik nol. "Bukan kemajuan atau stagnasi (jalan di tempat)," kata Direktur LBH Jakarta Asfinawati dalam acara "Laporan Hukum dan HAM" di kantor LBH Jakarta kemarin. Menurut dia, kemunduran itu terjadi pada beberapa level, seperti kebijakan, struktur, dan kinerja.

Indikator kemunduran itu, menurut Asfinawati, dapat dilihat dari berbagai kasus. Kasus tersebut di antaranya, kata dia, dikeluarkannya surat perintah penghentian penyidikan kasus Soeharto oleh Kejaksaan Agung, tidak terungkapnya dalang pembunuhan aktivis hak asasi manusia Munir, pembiaran dan partisipasi negara dalam penyerangan kelompok minoritas seperti Ahmadiyah, serta premanisme berbasis suku dan agama.

Di tingkat institusional, LBH mencatat kemunduran terjadi pada putusan-putusan Mahkamah Konstitusi. Di antaranya pencabutan kewenangan pengawasan hakim oleh Komisi Yudisial terhadap Mahkamah Agung, pembatalan Undang-Undang tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, dan ditiadakannya Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dalam Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi. "Mahkamah Konstitusi seakan tampil sebagai institusi yang menakutkan," kata Asfinawati.

LBH juga mencatat beberapa peraturan yang dinilai masih diskriminatif selama 2006 ini. Misalnya saja, kata Asfinawati, Undang-Undang Administrasi dan Kependudukan, peraturan yang membatasi kebebasan beragama dan berkeyakinan, Undang-Undang Ketenagakerjaan, Undang-Undang Penyelesaian Perselisihan Buruh, Undang-Undang Serikat Pekerja, serta Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 11 Tahun 1988 tentang Ketertiban Umum.

Dua hari lalu, Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie meminta semua pihak tidak menyalahartikan putusan Mahkamah Konstitusi soal Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. "Seharusnya putusan itu dibaca sebagai langkah penyelamatan dan penguatan pemberantasan tindak pidana korupsi," ujarnya. Menurut Jimly, pemberantasan korupsi di Indonesia harus mendapat dasar konstitusi secepatnya. "Agar benar dan adil, harus cepat diperbaiki landasan konstitusinya." TITO SIANIPAR