Presiden Minta Stabilitas Poso Tidak Terganggu:Penemuan puluhan senjata dipertanyakan.

JAKARTA — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berharap stabilitas keamanan di Poso, Sulawesi Tengah, tidak terganggu oleh penangkapan tersangka pelaku teror dan insiden pengeroyokan polisi. "Jangan sampai keamanan yang sudah mulai membaik kemudian rusak lagi," kata juru bicara kepresidenan, Andi Mallarangeng, kepada wartawan di Bandar Udara Halim Perdanakusuma sebelum berangkat mendampingi Presiden ke Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN di Filipina kemarin.

Presiden, kata dia, meminta semua masalah yang terjadi kemarin di Poso ditangani sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku. "Yang jelas, hukum harus ditegakkan," ujar Andi

Sebelumnya, Kepala Badan Intelijen Negara Syamsir Siregar meminta peningkatan penjagaan keamanan di Poso. Langkah tersebut, kata dia, perlu diambil agar masalah penggerebekan tak merembet ke masalah dan daerah lain.
Namun, Kepala Kepolisian RI Jenderal Sutanto tak akan menambah personel di Poso. Sebab, ia menilai kondisi di Poso masih relatif baik.

Kamis lalu, tim gabungan Markas Besar Kepolisian RI dan Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah menyerbu rumah warga di Desa Gebangrejo, kawasan Tanah Runtuh, yang berada di Jalan Pulau Jawa dan Pulau Irian. Penyerbuan ini merupakan upaya menangkap 24 orang yang selama ini masuk daftar pencarian orang dalam kasus kekerasan di Poso.

Penyerbuan ini menyebabkan dua warga sipil tewas diterjang peluru. Dua orang itu adalah Dedi Tarzan, 28 tahun, dan Ustad Riansyah, 32 tahun. Keduanya meninggal saat itu juga. Tak lama setelah peristiwa tersebut, massa mengeroyok seorang polisi, Brigadir Dua Dedi. Pengeroyokan ini menyebabkan Bripda Dedi tewas di tempat. Kemarin jenazah Bripda Dedi diterbangkan ke kampung halamannya di Garut, Jawa Barat.

Polis juga menyita 5 senjata organik, 3 senjata rakitan, 380 butir amunisi, dan 3 bom rakitan.
Kemarin, seorang warga Jalan Pulau Jawa, Saidah, 30 tahun, memberikan kesaksian. Ia bercerita rumahnya sempat diobrak-abrik sampai kondisi rumah itu seperti kapal pecah. Saat polisi datang, kata Saidah, dia sedang menyiapkan sarapan buat keluarganya. Tanpa mengucap salam, polisi langsung masuk rumah menanyakan Basri, orang yang memang dicari polisi. Saidah pun bingung.
"Saya disuruh keluar, lalu disuruh masuk rumah lagi. Begitu terus, berulang-ulang," ujarnya.

Perlakuan yang sama dialami Adim dan Mari. Edi, 19 tahun, anak Adim, bercerita polisi tiba-tiba mendobrak pintu rumahnya. "Pintu saya kunci, tapi didobrak,” tutur Edi sambil menunjuk pintu salah satu kamar tidur rumahnya yang hancur.

Penyerbuan polisi ini mendapat reaksi keras lembaga swadaya masyarakat dan tim pengacara muslim. Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) justru mempertanyakan temuan puluhan senjata dan amunisi dalam penyerbuan itu. "Bagaimana bisa senjata sebanyak itu ada di masyarakat?" kata Kepala Divisi Pembelaan Hukum, Konflik, dan Perdamaian Kontras Abu Said Belu.

Tim Pembela Muslim Poso berencana mempraperadilankan Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah, yang dianggap menembak warga secara serampangan. "Padahal dulu polisi bilang mau menggunakan pendekatan persuasif," kata anggota Tim Pembela Muslim Poso, Tajwin Ibrahim. OKTAMANDJAJA | SANDY IP | DARLIS