MENANGGAPI POLEMIK CABUT MANDAT SBY

MENANGGAPI POLEMIK CABUT MANDAT SBY

KontraS mendesak Presiden dan Wapres serta elit-elit sipil bersikap dewasa menyikapi kritik elit lama militer. Ini diperlukan agar Pemerintah tidak semakin kehilangan wibawa dan untuk mencegah upaya menyesatkan agenda politik negara.

KontraS menyesalkan langkah Pemerintah yang mengadakan pertemuan dengan sejumlah purnawirawan di Balai Sudirman (16/1). Sikap dua petinggi mantan militer itu (Menteri Polhukkam dan Kepala BIN), malah menampilkan kepanikan dan wajah feodal pemerintah di hadapan purnawirawan. Padahal SBY adalah Presiden RI yang bukan lagi reprensentasi TNI.

Ketidakmampuan pemerintah mengambil jarak dengan elit lama militer, menjebaknya dalam permainan politik elit-elit lama. Pemerintah seharusnya introspeksi. Kemunculan elit-elit lama militer adalah buah dari pemberian impunity negara atas kasus pelanggaran HAM masa lalu. Selain itu juga karena jatuhnya prestise pemerintah dan partai politik. menangani korupsi dan adanya anggapan bahwa pemerintah menjual aset bangsanya kepada asing.

Bukan hanya pemerintah dalam arti kabinet SBY -JK, tapi juga akibat dari kegagalan elit-elit baru pasca 1998 menjalankan agenda reformasi dan membuat mereka jadi kompetitor baru.

Kontras melihat hal ini sebagai petunjuk masih kuatnya libido politik elit-elit militer lama dan ambisi mempertahankan priviledge lama. Petunjuk gagalnya reformasi TNI mengubah watak politik tentara dan belum seriusnya elit-elit militer meninggalkan mentalitas dwifungsi.

Pemerintah harus melakukan langkah konkrit lewat penegakan HAM tanpa pandang bulu guna mengakhiri politik opportunis yang dimainkan para purnawirawan itu. Termasuk pengakhiri persetujuan diam-diam pemerintah selama ini terhadap pembangkangan oleh TNI ketika para perwira dan purnawirawannya hendak diperiksa oleh Komnas HAM.

Presiden harus memprioritaskan masalah kesenjangan komunikasi dengan rakyat, khususnya para korban pelanggaran HAM yang selama puluhan tahun diabaikan hak-haknya. Elitisme pemerintah, malah membuat jarak antara pemerintah dan rakyatnya. Presiden harusnya sadar, bahwa rakyat makin cerdas dan menolakjika hanya dilihat sebagai angka-angka.

KontraS mengajak Presiden untuk mulai ‘menengok’ kepentingan korban, yang lebih berhak mendapat perhatian lebih dibanding elit-elit lama militer yang tak mau bertanggungjawab atas pelanggaran HAM. Jika tidak, menipisnya kepercayaan rakyat dapat berimplikasi lebih luas.

KontraS mendesak Presiden SBY membuat kebijakan progresif bagi percepatan pemulihan hak-hak korban; mendorong Jaksa Agung bekerja profesional guna menuntaskan pelanggaran HAM yang harus dipertanggungjawab para purnawirawan tersebut seperti kasus Priok, Timor Timur, Trisakti-Semanggi, peredaran uang palsu, pembunuhan Munir dan senjata illegal.

Guna mengefektifkan langkah ini Presiden harus mengkoordinasikan kerja-kerja penuntasan kasus pelanggaran HAM masa lalu dengan DPR dan Komnas HAM. Bukan dengan mengirim utusan petinggi pemerintah yang mantan militer.

Jakarta, 18 Januari 2007

Edwin Partogi Haris Azhar
Ka.Biro Litbang Kadiv. Impunity Watch