Pembunuhan Munir: Kejagung Bentuk Tim untuk Teliti Putusan MA

Jakarta, Kompas – Jaksa mantap mengajukan permohonan peninjauan kembali atas putusan Mahkamah Agung terhadap Pollycarpus Budihari Priyanto, yang menjatuhkan vonis dua tahun penjara karena terbukti menggunakan surat palsu.

Salah satu tindakan Kejaksaan Agung untuk merealisasikan hal itu adalah dengan membentuk tim untuk mempersiapkan, meneliti, dan menelaah putusan MA tersebut meskipun jaksa belum menerima salinan putusan MA.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Salman Maryadi di Kejagung, Kamis (18/1), menyampaikan, tim tersebut dibentuk pelaksana harian Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Abdul Hakim Ritonga.

"PK jaksa dapat dilakukan karena sudah ada yurisprudensi putusan MA yang mengabulkan jaksa melakukan PK," katanya.

Salman memaparkan, mengacu pada aturan Pasal 263 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, secara normatif yang dapat mengajukan PK adalah terpidana atau ahli warisnya. Menggunakan teori interpretatie a contrario, maka terpidana tidak akan mengajukan PK kalau sudah divonis bebas. Dengan demikian, jika dikaitkan dengan Pasal 263 Ayat 2 KUHAP, pihak yang berkepentingan dengan pemidanaan adalah jaksa.

"Maka, yang dimaksud dengan interpretatie a contrario, jaksa dapat mengajukan PK. Kalau yang mengajukan PK adalah terpidana yang divonis bebas, menjadi tidak logis," kata Salman.

Ia menyebutkan, yurisprudensi pengajuan PK oleh jaksa, yakni terhadap putusan bebasnya Ram Gulumal dalam kasus Gandhi Memorial School dan terhadap putusan bebas murni MA atas terdakwa Muchtar Pakpahan.

Berdasarkan catatan Kompas, Muchtar Pakpahan (Ketua Umum Serikat buruh Sejahtera Indonesia) divonis bebas murni oleh MA. Atas putusan itu, jaksa mengajukan PK. (idr)