Kasus Rumpin: Pemerintah Harus Usut Tindak Kekerasan

Kasus Rumpin: Pemerintah Harus Usut Tindak Kekerasan 

Kami menyesalkan kekerasan yang dilakukan oleh aparat TNI AU dari Lanud Atang Sandjaja, Bogor,  terhadap warga kampung Cibitung desa Sukamulya kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor. Kekerasan aparat TNI ini dilatarbelakangi oleh klaim atas tanah yang dimiliki dan digarap oleh warga jauh sebelum Indonesia merdeka.

Peristiwa kekerasan diatas telah mengakibatkan 2 warga dalam kondisi kritis yang tengah dirawat di rumah sakit. Dan sebelas orang lainnya termasuk perempuan dan anak  mengalami penganiayaan oleh aparat TNI AU tersebut.  Bahkan seorang aktifis Agra (Cece) yang selama ini aktif mendampingi warga mengalami tindak penculikan dan penyiksaan oleh para aparat TNI AU.

Kekerasan terhadap warga Rumpin ini bukanlah yang pertama, sebelumnya seorang anak (14 th) juga pernah mengalami penganiyaan oleh aparat TNI AU yang berjaga di lokasi, disebabkan korban menolak meminjamkan motor kepada aparat TNI AU yang tengah berjaga.

Konflik antara warga dan TNI AU ini bermula dari rencana Lanud Atang Sandjaja yang hendak mengoperasikan proyek Water Training diatas lahan milik masyarakat. Klaim sepihak dari TNI AU ini telah menimbulkan keresahan warga Sukamulya sejak November tahun lalu. Sejak itu warga kerap melakukan aksi protes terhadap keberadaan aparat TNI AU disana.

Konflik pengambilalihan  tanah antara warga oleh TNI AU ini bukanlah yang pertama. Dalam catatan KontraS kasus serupa terjadi di Bojong Kemang-Bogor, Kuala Namo-Sumut, Pattimura Laha (Ambon) dan Papua.

Dari gambaran kasus diatas, kami melihat TNI AU kerap memaksakan diri untuk mengambilalih tanah milik warga dengan dasar hukum yang tidak jelas. Padahal pada setiap kasus tersebut warga juga memiliki klaim hukum dan historis yang kuat atas tanahnya.

Klaim TNI AU atas sejumlah tanah warga ini disisi lain, bertentangan dengan rencana pemerintah untuk melaksanakan Program Pembaharuan Agararia Nasional. Program ini dimaksudkan untuk memberikan tanah kepada warga dan petani miskin, terutama hal ini dimaksudkan sebagai solusi atas konflik agraria.

Berdasarkan hal tersebut, Pertama, kami mendesak pada Panglima TNI untuk menarik mundur pasukan TNI AU dari desa Sukamulya, Kec. Rumpin. Kedua, mendesak DPR RI (Komisi I dan II) untuk segera meminta penjelasan atas kasus ini kepada Panglima TNI dan warga. Ketiga, kami mendesak pemerintah untuk segera merealisasikan Reformasi Agraria. Kelima, kami mendesak Polri untuk melakukan langkah hukum terhadap aparat TNI AU yang melakukan kekerasan terhadap warga sipil tersebut.

Jakarta, 23 Januari 2007

Front Mahasiswa Nasional (FMN), KontraS, Aliansi Gerakan Reformasi Agraria (AGRA), LBH Bandung, LBH Jakarta, WALHI, Serikat Mahasiswa Indonesia, Serikat Tani Nasional (STN) Gabungan Serikat Buruh Independent, HUMA, PILNET,
Serikat Perempuan Indonesia (Seruni), FPPI (Front Perjuangan Pemuda Indonesia),
SPI (Serikat Pengacara Indonesia)


Lampiran:

: Kronologi bentrokan petani vs TNI AU 22 Januari 2007