Mengusir Raja Racun dari Sumur

Seorang ilmuwan menciptakan alat penyaring arsenik dari ember, pasir, batu bata, arang, dan besi cor.

FAIRFAX — Arsenik telah membuat Indonesia kehilangan Munir, tokoh pejuang hak asasi manusia. Munir dibunuh dengan racun para raja itu dalam perjalanan menuju Belanda. Dalam cairan lambungnya ditemukan 82,8 miligram arsenik per liter, yang amat mematikan bagi manusia.

Munir mengasup racun itu tanpa sadar karena dibubuhkan secara diam-diam ke dalam makanan atau minumannya. Tapi di Bangladesh, hampir 57 juta orang meminum air tanah yang mengandung konsentrasi arsenik 50 ppb, yang melampaui standar Badan Kesehatan Dunia.

Arsenik itu berasal dari sumur-sumur bor yang menyediakan air bersih bagi kebutuhan mereka sehari-hari. Mereka tak bisa menghindari efek racun, yang pada zaman dulu sering dipakai para raja untuk membunuh musuh dan lawannya, itu.

Namun, seorang ilmuwan Amerika Serikat asal Bangladesh, Abul Hussam, berhasil menciptakan sistem penyaring arsenik dari air sumur yang murah dan mudah dibuat. Berkat filter yang diberi nama SONO itu, Hussam tak hanya menyelamatkan nyawa jutaan orang, tapi juga menerima hadiah bidang rekayasa Rp 9,1 miliar.

Anugerah Grainger Challenge Prize for Sustainability 2007 itu diberikan National Academy of Engineering kepada Hussam, yang juga profesor kimia di George Mason University di Fairfax, Virginia, Amerika Serikat. Penghargaan itu diberikan atas inovasinya membersihkan air minum dari arsenik yang meracuni puluhan juta orang di negara-negara berkembang.

Penghargaan itu akan diserahkan kepada Hussam pada 20 Februari mendatang di Union Station, Washington. Kini karya Hussam telah dipakai oleh penduduk di tanah kelahirannya di Bangladesh untuk mencegah masalah kesehatan serius itu.

Hussam mengembangkan filter SONO, sistem pengolahan air rumah tangga, yang diproduksinya bersama dengan saudara lelakinya dan didistribusikan di Bangladesh selama lima tahun terakhir. Penggunaan filter itu membantu menghentikan penyebaran racun arsenik pada hampir 100 kampung.

"Aspek yang paling memuaskan saat bekerja dalam proyek ini adalah melihat orang minum air bersih dari filter SONO dan merasa lebih enak. Dan untuk sebagian orang, melanosis akibat keracunan itu telah hilang," kata Hussam. "Bahagia rasanya melihat hasil pengetahuan ilmiah kami bisa menciptakan kondisi kemanusiaan yang lebih baik."

Hussam adalah seorang peneliti seperti kacang yang tak lupa pada kulitnya. Meskipun telah pindah dan menjadi warga negara Amerika Serikat pada 1978, doktor di bidang kimia analitik itu tetap mengabdikan diri pada negara kelahirannya. Meski tinggal di Amerika, Hussam menghabiskan sebagian besar kariernya untuk mencari cara guna memecahkan masalah arsenik di daerah asalnya.

Masalah itu tanpa sengaja disebabkan oleh badan bantuan internasional yang mendanai kampanye penggalian sumur di India Timur dan Bangladesh. Mereka membangun sumur-sumur untuk memasok air tawar dari dalam tanah bagi para petani dan warga, yang sebelumnya meminum air dari kolam dan danau yang tercemar bakteri dan virus.

Sayangnya, badan bantuan itu tidak sadar bahwa air tanah itu mengandung konsentrasi arsenik beracun yang lumayan tinggi. Ketika penyakit infeksi menurun, penyakit kulit dan kanker yang disebabkan oleh arsenik justru mulai merangkak naik. "Saya sendiri dan semua saudara saya minum air itu," kata Hussam.

Untung saja, tak satu pun anggota keluarganya yang sakit karena mengkonsumsi air berarsenik itu. Hussam menyatakan ada kemungkinan mereka terhindar dari penyakit karena memiliki pola makan yang baik, yang membantu mengusir arsenik yang dicerna tubuh.

Allan Smith, epidemiologis di University of California di Berkeley, menyatakan peracunan arsenik mempengaruhi jutaan orang di seluruh dunia. Namun, sulit bagi dia meyakinkan orang bahwa air yang kelihatannya bersih dan segar itu ada kemungkinan beracun. "Anda tidak bisa melihat, merasakan, atau mencium arsenik," kata Smith. "Gagasan bahwa air minum sebening kristal itu bisa mengakibatkan penyakit paru-paru dalam 20-30 tahun itu terdengar aneh. Orang sulit mempercayainya."

Kontaminasi arsenik lazim ditemui di Bangladesh dan Bengali Barat, India. Proses peracunan arsenik berjalan lambat dan menyakitkan, yang berakhir pada kanker dan kematian. Orang yang terpengaruh arsenik akan mengalami kesulitan bekerja, bahkan tak bisa berjalan, dan dalam jangka waktu lama bisa menyebabkan gagal ginjal dan hati serta amputasi tangan atau kaki.

Hussam perlu waktu bertahun-tahun untuk menguji ratusan prototipe sistem filtrasi ini. Inovasi finalnya adalah sistem sederhana dan bebas pemeliharaan yang menggunakan beberapa penyaring yang terdiri atas berbagai bahan yang mudah didapat, seperti pasir, arang, sedikit batu bata, dan potongan sejenis besi cor. Filter ini menghilangkan setiap jejak arsenik dari air sumur.

Setiap penyaring memiliki sembilan kilogram besi berongga banyak (porous), yang nantinya akan membentuk ikatan kimia dengan arsenik. Ember pertama diisi dengan pasir sungai dan matriks besi komposit. Pasir akan menyaring partikel kasar dan memberikan stabilitas mekanik, sedangkan besi mengeluarkan arsenik anorganik.

Air akan mengalir ke ember kedua, lalu disaring lagi dengan pasir sungai dan arang untuk memisahkan zat organik lainnya. Ember ketiga yang berisi pasir dan pecahan batu bata basah akan membersihkan partikel halus dan menstabilkan aliran air.

Tak kurang dari 200 unit sistem penyaringan dibuat di Kushtia, Bangladesh, setiap pekan. Harganya sekitar Rp 360 ribu. Kini lebih dari 30 ribu unit telah didistribusikan ke seluruh negeri.

Doktor kimia dari University of Pittsburgh itu mengatakan dia berencana menggunakan 70 persen uang hadiahnya untuk menyebarluaskan filter ciptaannya itu kepada masyarakat yang membutuhkan. Dia mengatakan seperempat bagian lagi akan dipakai untuk melanjutkan risetnya dan lima persen sisanya akan disumbangkan bagi universitas tempatnya mengajar. tjandra dewi | AP | gazette.gmu.edu |