Koordinator Kontras:Kasus Talangsari Pelanggaran HAM Berat

SEKAMPUNG UDIK (Lampost): Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Usman Hamid, minta pemerintah menuntaskan Tragedi Talangsari, 8 Februari 1989 silam. Pasalnya, hasil investigasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) tragedi di Lampung Timur (dulu Lampung Tengah) merupakan pelanggaran HAM berat.

Hal itu dikatakan Usman Hamid di sela-sela pengajian akbar memperingati Tahun Baru Islam 1428 Hijriah dan peringatan 18 tahun Tragedi Talangsari di Lapangan Merdeka Sidorejo, Sekampung Udik, Lampung Timur, Kamis (8-2).

Acara tersebut diisi dengan ceramah agama oleh K.H. Kamaruddin Al Basry. Selain hadiri sekitar dua ribuan jemaah, juga Ketua MUI Lampung Timur K.H. Basyruddin, anggota DPRD Lampung, Ketua DPRD Lampung Timur Ketut Erawan dan anggota, Asisten Bidang Ekonomi dan Pembangunan H. Johansyah serta puluhan aktivis dan ratusan keluarga korban Tragedi Talangsari 1989.

Dia mengatakan Tragedi Talangsari yang meletus pada 8 Februari 1989 silam, merupakan peristiwa yang mengundang perhatian dunia internasional. Sebab, pada peristiwa berdarah itu, ratusan nyawa melayang akibat diterjang peluru petugas. Akibat peristiwa itu tak sedikit anak kehilangan orang tua atau sebaliknya, dan tak sedikit warga yang kehilangan harta benda. Ironisnya, pemerintah menganggap kejadian itu telah ditutup dan dianggap selesai.

Mengingat Tragedi Talangsari yang merupakan wilayah Desa Rajabasalama Induk, Kecamatan Labuhanratu (dulu Kecamatan Way Jepara), terus mencuat, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) tak tinggal diam. Komisi yang dibentuk atas persetujuan DPR itu terus melakukan investigasi atas tragedi tersebut.

Investigasi pertama, kata Usman Hamid, dilaksanakan tahun 2001 yang diketuai Djoko Soegianto dengan Ketua Tim Penyelidiki Mayjend (purn) Kusparmono Irsan. Sayangnya, tim tersebut tak membuahkan hasil. Lalu, tahun 2003 dilanjutkan investigasi kedua dengan ketua tim Hasbalah M. Saad. Tapi, lagi-lagi tim itu tak membuahkan hasil. Selanjutnya, tahun 2005 dilaksanakan investigasi ketiga yang dipimpin Ruswiyati dengan Ketua Tim Enny Soeprapti, mantan diplomat.

Tim ketiga itu, selain meninjau lokasi Talangsari juga berkunjung langsung ke sejumlah keluarga korban maupun warga sekitar. Hasil investigasi itu, pada Juni 2006 lalu, tim investigasi menyimpulkan Tragedi Talangsari 1989 yang menelan korban sekitar 247 orang itu merupakan pelanggaram HAM berat.

"Kami sudah konfirmasi dengan tim investigasi. Kesimpulannya, Tragedi Talangsari Lampung merupakan pelanggaran HAM berat," kata Usman Hamid.

Oleh sebab itu, walaupun hasil tim investigasi di atas belum diserahkan ke Kejaksaan Agung (Kejagung) sebagai bahan penyidikan, Kontras minta Kejagung berlaku adil pada pengusutan tragedi berdarah itu.

"Kalau saja masalah ini tetap dipetieskan, Kontras akan mengadu ke Komisi III DPR RI yang membidangi masalah hukum dan HAM," kata dia.

Menanggapi bentuk penyelesaian pada peristiwa Talangsari, Usman Hamid mengatakan bentuk penyelesaian bagi keluarga korban Talangsari dapat ditempuh dengan beberapa cara seperti pemberian kompensasi langsung oleh negara, bukan restitusi yang diberikan pelaku ke keluarga korban, pemulihan nama baik keluarga korban dan berbagai tunjangan lainnya bagi keluarga korban.

"Kami memang pernah dapat informasi antara keluarga korban dan pemerintah telah ada ishlah (damai). Tapi ishlah yang model apa," kata dia. n DIN/D-1