Komisi III DPR Kecewakan Keluarga Korban Penculikan

Laporan Wartawan Kompas Wisnu Dewabrata

JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan anggota keluarga para korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) mendesak Komisi III DPR RI untuk bersikap tegas terhadap "pembangkangan", yang mereka nilai telah dilakukan Jaksa Agung dengan menolak meneruskan penyidikan kasus penculikan dan penghilangan paksa sejumlah aktivis tahun 1997-1998.

Desakan itu mereka sampaikan dalam jumpa pers yang digelar LSM KontraS, Senin (12/2). Selain itu kesimpulan Komisi III pada rapat kerja khusus dengan Kejaksaan Agung minggu lalu, yang malah mendesak paripurna DPR membuat rekomendasi ke Presiden untuk membuat Keputusan Presiden pembentukan Pengadilan HAM Adhoc adalah keputusan yang salah.

"Hal itu menunjukkan ketidakpahaman Komisi III yang memang tidak mengikuti persoalan ini dari awal. Kami melihat keputusan itu sebagai bentuk kompromi Komisi III terhadap manipulasi yang dilakukan Jaksa Agung. Seharusnya Komisi III bisa total (all out) menghadapi argumen Jaksa Agung," ujar Ketua Ikohi Mugiyanto, yang juga mantan korban penculikan. Turut hadir dalam jumpa pers Koordinator Kontras Usman Hamid, istri aktivis HAM Munir, Suciwati, orangtua korban Semanggi I, Sumarsih, dan Rusdi Marpaung dari lembaga monitoring HAM, Imparsial.

Menurut Mugiyanto, arumen dan pernyataan yang disampaikan Kejaksaan Agung selama ini menunjukkan upaya pemerintah untuk mendeligitimasi upaya penyelidikan yang selama ini dilakukan Komisi Nasional HAM terhadap kasus tersebut. Dengan demikian, tambah Mugiyanto, terkesan kuat Jaksa Agung memang menjadikan dirinya bumper penghalang yang bertujuan mencegah upaya penuntasan dan pengungkapan kasus-kasus penculikan dan penghilangan para aktivis tadi.

Dalam jumpa pers sejumlah aktivis LSM dan keluarga korban menilai alasan-alasan yang dikemukakan Kejaksaan Agung untuk menolak menyidik hasil penyelidikan Komnas HAM sebagai tafsir yang dibuat-buat atas ketentuan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2006 tentang Pengadilan HAM Adhoc, dan sekaligus menolak preseden hukum dalam kasus Timor Timur dan Tanjung Priok. "Kami nilai DPR lewat Komisi III seharusnya mengambil tindakan atas pembangkangan kerja Kejaksaan Agung sebagai penyidik dalam penuntasan kasus-kasus pelanggaran HAM. Selain itu kami juga tetap menuntut janji Komisi III membuat pertemuan tiga pihak Komisi III-Kejaksaan Agung-Komnas HAM untuk mencari jalan keluar," ujar Haris Azhar dari KontraS.