Awal Tahun, TNI Vs Polri Sudah 3 Kali

Rakyat Merdeka. Bentrok antara oknum TNI dengan Polri tak bisa lagi dipandang sebelah mata. Komisi untuk Orang Hilang dan Anti kekerasan (Kontras) mencatat dalam tahun 2007 ini saja sudah tiga kali bentrokan berdarah antara kedua korps aparat itu terjadi. Tiga kejadian itu menambah panjang daftar bentrok antara TNI-Polri pada 2006 yang terjadi 11 kali dengan menewaskan empat orang aparat dan 13 lainnya terluka.

Yang pertama adalah bentrok pada 28 Januari 2006 di Manado, Sulawesi Utara. Korbannya Serda Ferly Ahmad, bintara penjinak bahan peledak Denzipur-4 Kodam VII/ Wirabuana. Peristiwa ini dipicu serempetan dengan truk dinas UPS Polresta Manado. Lalu disusul peristiwa 8 Agustus 2006.

Kali ini kejadian tersebut melibatkan anggota Polres Musi Lawas, Sumatera Selatan dengan Kodim Musi Lawas yang terjadi di Tugu Mulia, Kabupaten Musi Lawas. Kedua korban tewas iadalah Serma Edi Subeja (anggota Kodim Musi Lawas) dan Bripda Yuda (anggota Polres Musi Lawas). Kejadian ini dipicu operasi lalu lintas yang digelar polisi.

Sedangkan kejadian ketiga terjadi di Atambua, NTT pada 10 Desember 2006. Korbannya Praka Andik Hidiharta anggota TNI Angkatan Darat Unit 744 yang menjaga perbatasan Indonesia dan Timor Leste yang tewas menyusul bentrok dengan polisi setempat. Kejadian ini dipicu minuman keras..”Berbagai bentrok itu, dengan motifnya yang beragam, menunjukan ada masalah dengan moral dan mental,” kata Kabiro Litbang Kontras Edwin Partogi, Rabu (14/2).

Bahayanya mereka memegang senjata yang seharusnya digunakan untuk keperluan tugas negara. ”Kami juga melihat ada masalah dengan penegakan hukum pada pelaku yang tidak dimaksudkan sebagai upaya penguatan organisasi. Sehingga kami kuatir ini akan terus berulang,” lanjutnya. Apalagi semangat korps di masing-masing kesatuan itu sangat tinggi.

”Untuk memutus kekerasan begini, yang ditindak seharusnya bukan hanya korban, tapi soal penyalahgunaan senjata harus diusut sampai level komandan,” tambahnya.

Edwin juga menyayangkan jika sampai ada petinggi di dua institusi tersebut yang menggampangkan kejadian demikian dengan alasan mereka masih muda usia tanpa mengambil upaya konkret.

”Ini organisasi negara yang ada rule of law-nya. Bukan kelas hansip,” lanjutnya. Salah satu upaya koreksi yang lebih mendasar adalah perlunya uji psikologis reguler anggota TNI-Polri. Bahkan supaya lebih profesional uji psikologis itu dilakukan pihak luar. Berbagai bentrok itu juga menunjukan jika kualitas pendidikan HAM yang selama ini mereka dapatkan masih rendah.

Bentrok maut kembali terjadi Selasa pagi lalu. Kali ini terjadi di Kota Mulia, Kabupaten Puncak Jaya, Papua. Dalam insiden yang dipicu persoalan antre minyak itu anggota Brimob Bripda Joseph Keliabar menghembuskan nyawa terakhir tertembus pelor milik TNI.

Kapolri Jenderap Sutanto justru menganggap bentrok antara aparat Polri dan TNI merupakan hal yang biasa. Karena itu, respon terhadap masalah tersebut, menurut Sutanto, juga tidak perlu berlebihan. ’’Itu biasa. Dibawah anak-anak bisa saja suatu saat terkena masalah. Di Papua atau di tempat lain,’’ kata Sutanto, usai rapat kabinet paripurna di Kantor Presiden kemarin. naz/tom/jpnn