pertahanan: Warga Sipil Keberatan Upaya Pertahankan Koter

Jakarta, Kompas – Sejumlah elemen warga sipil merasa keberatan dengan pernyataan Kepala Staf Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat Jenderal TNI Djoko Santoso, yang menilai keberadaan komando teritorial penting dan tetap dipertahankan (Kompas, 28/2). Keberadaan koter dinilai memperlemah institusi sipil.

Menurut Direktur Eksekutif Pacivis Universitas Indonesia Andi Widjajanto, Rabu (28/2), TNI mengubah doktrinnya menjadi Tri Dharma Eka Karma dengan mencabut peran sosial-politiknya. Di sisi lain, keberadaan koter sebenarnya justru mengalami penguatan. Kondisi itu dikhawatirkan justru memperlemah kapasitas institusi sipil lain, seperti Departemen Pertahanan, Polri, hingga Badan Intelijen Negara.

"Alih-alih koter dinyatakan dibubarkan, tetapi keberadaannya malah diperkuat dengan Undang- Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Misalnya, TNI diberi tugas khusus soal operasi militer selain perang (OMSP). Itu dijadikan dasar doktrin baru," ujar Andi.

Menurut dia, upaya TNI AD untuk mencoba membangkitkan kembali koter juga diakibatkan "kesalahan" Dephan. Dephan, baik dari sisi struktur, doktrin, maupun aturan, tak berupaya menggeser dan mengambil alih peran yang dahulu dimainkan koter. Dephan, misalnya, belum membentuk kantor wilayah, pengganti koter.

Ketua Ikatan Keluarga Orang Hilang Mugiyanto menilai sikap TNI AD melanjutkan kebijakan koter sebagai langkah mundur, terutama bagi upaya TNI untuk mereformasi diri.

Haris Azhar dari Komite untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan mencurigai aksi pelibatan TNI dalam OMSP adalah sebagai bagian dari upaya mempertahankan koter. (dwa)