5 Warga Banggai Tewas, Polisi Dinilai Brutal

M. Rizal Maslan – detikcom


Jakarta – Korban bentrokan di Banggai Kepulauan (Bangkep), Sulawesi Tengah, dengan polisi bertambah menjadi lima orang. Sejumlah LSM menilai bentrokan tersebut sebagai keberutalan polisi dalam meredam aksi unjuk rasa.

"Apa yang terjadi Rabu (28/2/2007) kemarin itu merupakan brutalisme
polisi. Tindakan aparat keamanan sangat berlebihan menghadapi unjuk rasa di Banggai. Peristiwa ini tindak pidana yang dilakukan aparat kepolisian," kata Direktur Advokasi dan Hukum YLBHI Taufik Basari dalam siaran pers bersama Kontras dan ICW di kantor Kontras, Jl Borobudur, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (2/3/2007).

Kecaman ketiga LSM ini merupakan buntut bentrokan polisi dan warga yang menolak pemindahan ibukota Kabupaten Bangkep dari Banggai ke Salakan. 5 Orang yang tewas yaitu Jurais (33), Ardan Bambang (58), Ridwan Saidi (17), Ilham (33), dan Palar (29).

Semua korban tewas terkena tembakan dan dipukuli pakai popor senjata api. Sementara 14 orang lainnya mengalami luka-luka, baik dipukuli maupun terkena tembakan.

"Kami meminta Kapolri menyatakan bahwa itu tindakan pidana bukan persoalan disiplin. Kapolri harus menangkap pelaku pembunuhan warga oleh anggotanya, bila tidak artinya melakukan pembiaran," jelas Taufik.

Sementara itu, anggota ICW La Ode Ridaya menyatakan polisi telah melakukan manipulasi fakta di lapangan, seolah-olah kejadian tersebut terjadi saat akan membuka penyegelan kantor bupati.

"Saya bantah keterangan Kadiv Humas Mabes Polri bahwa massa menghalang-halangi polisi. Peritiswa itu terjadi di depan Polsek Banggai yang berjarak 2 km dari kantor bupati," kata Laode yang juga asal Banggai ini.

Menurut Laode, peritiwa itu terjadi ketika masyarakat ingin melihat
penambahan pasukan di Polsek tersebut. Tiba-tiba masyarakat dihalau oleh sejumlah polisi yang berjumlah ratusan dan sempat terjadi dorong mendorong.

Tiba-tiba ada warga yang terluka dipukuli yang membuat masyarakat marah dan melempari Polsek. Lalu terjadilah penembakan, pengejaran dan pemukulan.

Hal senada juga diutarakan oleh Abusaid Pelu dari Kontras yang menyatakan tindakan aparat kepolisian itu sudah melanggar HAM. Untuk itu, sudah menjadi kewajiban Komnas HAM turun ke lapangan untuk melakukan penyelidikan.

"Sebab selama ini, bila polisi yang melakukan penyelidikan akan menjadi bias, yang dicari tidak obyektif, tapi malah mencari legitimasi atau pembenaran atas tindakan aparatnya di lapangan," tandas Abu. (zal/aba)