Komisi III Diminta Tanggung Jawab

Direktur Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia(PBHI) Hendardi menilai, penolakan enam fraksi di DPR atas rekomendasi pengadilan HAM ad hocmenunjukkan tarik-menarik politik di parlemen.

JAKARTA (SINDO) –Sandiwara politik yang diperankan DPR ini,menurut dia,akan terus menjadi bola liar selama DPR masih diminta persetujuan terkait pembentukan pengadilan HAM.

’’Karena itu, kewenangan DPR yangmenentukanpengadilanHAM ad hoc harus dicabut. Pasalnya, aturan yang harus melewati lembaga DPR dalam mengambil keputusan terkait HAM ini akan menjadi ajang permainan politik,’’ tegas Hendardi kepada SINDO, menyusul penolakan rekomendasi Komisi III DPR (hukum) untuk pembentukan pengadilan HAM ad hoc.

Menurut Hendardi, masalah ini akan semakin runyam dan sulit karena yang menentukan pengadilan HAM itu di parlemen.Karena itu, dia menilai, tidak tepat yang sifatnya yudisial ditentukan dan dibahas dalam lembaga yang sangat sarat dengan kepentingan politik. ’’Itu lembaga politik bukan kepentingan keadilan,” ujarnya.

Sementara itu, aktivis HAM Asmara Nababan menilai, kandasnya pembentukan pengadilan HAM ad hoc merupakan bentuk intervensi keadilan. Maka itu, pemerintah harus mempunyai sikap dan komitmen kuat mengungkap pelanggaran HAM terutama kasus Trisakti serta Semanggi I dan II.

Menurut Asmara, enam fraksi yang menolak pembentukan pengadilan HAM ad hoc masih saja mempersoalkan prosedur bukan substansi. ’’Komisi III DPR harus bertanggung jawab karena menjadi gerbang yang selalu menutup pintu keadilan terungkapnya kasus-kasus pelanggaran HAM di Indonesia,’’ ujar Asmara kepada SINDO.

Hal senada diungkapkan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban tindak Kekerasan (Kontras) Usman Hamid. Dia menganggap, penolakan Badan Musyawarah DPR terkait pembentukan pengadilan HAM ad hoc secara moral cacat berat.(purwadi)