Pernyataan Sikap Aliansi Masyarakat Cinta Damai Aceh

Pernyataan Sikap
Aliansi Masyarakat Cinta Damai Aceh

Eskalasi konflik yang terjadi di Aceh belakangan ini membuat kita semua merasa prihatin. Bagaimana tidak, ketenangan yang tercipta pasca Penandatanganan Perjanjian Damai antara Pemerintah RI dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) kini mulai terusik kembali akibat ulah sekelompok orang yang tidak bisa menahan diri.

Bermula dari penyanderaan dan pemukulan yang dilakukan sejumlah warga terhadap anggota Brimob di Sawang dan kemudian terhadap prajurit TNI di desa Alue Dua, Kecamatan Nisam (Aceh Utara), aksi balasan pun dilakukan oleh para prajurit TNI kepada sejumlah warga di Nisam. Belum selesai kasus itu ditangani, kita juga dikejutkan dengan aksi teror yang dilakukan sekelompok orang terhadap warga masyarakat di daerah Juli, Bireuen, sehingga mencederai delapan orang. Terakhir, muncul lagi kasus pembakaran kantor Komite Peralihan Aceh (KPA) di Pase, Aceh Utara.

Serentetan kasus itu dan juga berbagai kasus kriminal bersenjata yang terjadi sepanjang waktu membuat masyarakat kembali cemas. Mereka bertanya-tanya gerangan apakah yang sedang terjadi di Aceh saat ini? Mungkinkah Aceh akan kembali bergolak seperti masa konflik dulu?

Pertanyaan-pertanyaan seperti itu wajar muncul, karena hingga kini letupan-letupan konflik masih terus terjadi. Polisi nampaknya kewalahan dalam menangani kasus-kasus di atas. Bahkan sangat disayangkan, dalam beberapa kejadian polisi terkesan ragu-ragu dalam bertindak. Dalam kasus Nisam, misalnya polisi membiarkan TNI melakukan oleh Tempat Kejadian Perkara (TKP) sendiri yang sebenarnya sudah menjadi kewenangan pihak kepolisian. Sementara dalam kasus di Juli, Bireuen, meski belum mendapatkan informasi dari pelaku penyerangan yang tertangkap, polisi sudah menyatakan peristiwa penyerangan terhadap warga itu adalah kasus kriminal murni ( Serambi 27/3). Kita semua tentu bertanya-tanya: dari manakah kesimpulan itu diperoleh?

Polisi sebagai aparat penegak hukum dituntut profesionalismenya dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang terjadi di Aceh saat ini. Pemberian pernyataan yang tergesa-gesa, pengambilalihan tugas kepolisian oleh pihak-pihak tertentu, dan penanganan yang lambat dikhawatirkan justru akan menambah persoalan menjadi runyam dan membuat masyarakat menduga-duga sendiri makna peristiwa di balik aksi-aksi yang terjadi belakangan ini.

Atas dasar kenyataan itu, kami Aliansi Masyarakat Cinta Damai Aceh menyerukan:

1.Semua pihak di Aceh, baik itu TNI, KPA, ataupun masyarakat diminta untuk mempercayakan berbagai persengketaan yang muncul kepada aparat kepolisian dan tidak mengambil tindakan sendiri-sendiri apalagi disertai dengan kekerasan.
2.Semua pihak diminta menunjukkan komitmennya kepada perdamaian dengan cara mendorong terjadinya tertib hukum di wilayah Aceh.
3.Pihak kepolisian agar bertindak lebih profesional dan transparan serta berlaku adil dengan memberikan perlakuan yang sama kepada setiap warga negara di depan hukum. Polisi juga diharapkan agar segera mengumumkan kepada publik hasil penyelidikan yang dilakukan atas kasus-kasus yang meresahkan tersebut.
4.Masyarakat diminta tetap tenang dan tidak terpancing oleh isu-isu yang belum terbukti kebenarannya, yang kemungkinan sengaja diciptakan oleh orang-orang yang tidak menghendaki perdamaian di Aceh berkelanjutan.

 

Demikian pernyataan sikap ini kami sampaikan. Semoga perdamaian di Aceh tetap lestari selamanya.

 

Banda Aceh, 2 April 2007

 

Aliansi Masyarakat Cinta Damai Aceh, terdiri atas:

 

Dadang Budiana
Forbes Damai Aceh
Maimun
Badan Reintegrasi Damai Aceh (BRA)
Provinsi NAD
Miftahuddin
Panglima Laot 
Maryati
The Aceh Institute

Sri Wahyuni 
PATIMADORA – Women Centre
For Peace and Development

Iskandar
People Crisis Center
Drs. Syahrir AK. MSi
Dekranas NAD 
Asiah
KontraS Aceh