Polisi Temukan Tersangka Baru Kasus Munir:”Jaringan intelektual inilah yang belum terkuak.”

JAKARTA — Kepala Kepolisian RI Jenderal Sutanto segera mengumumkan tersangka baru dalam kasus pembunuhan aktivis hak asasi manusia, Munir.

"Ya, dalam waktu dekat akan saya informasikan," kata Sutanto setelah mengikuti rapat koordinasi terbatas di kantor Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Kamis lalu.

Dia tidak menjelaskan lebih mendetail siapa saja tersangka itu. "Nanti, nanti sajalah," ujar Sutanto. Menurut dia, bila hal itu disampaikan terbuka, akan mempersulit penyidikan.

Pada hari yang sama, Kepala Badan Reserse dan Kriminal Markas Besar Polri Bambang Hendarso Danuri menghadap Sutanto untuk melaporkan perkembangan penyelidikan kasus tersebut.

Menurut dia, sudah ada kemajuan dalam penyidikan. "Ada beberapa nama baru. Nantilah kami ungkap. Mudah-mudahan minggu depan," ujar Bambang, Kamis lalu.

Sehari sebelumnya, Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia Hendardi mengungkapkan hal yang sama. "Tidak dalam waktu lama akan disampaikan oleh polisi. Penyidikan akan masuk pada tersangka," kata dia dalam konferensi pers bersama Komite Aksi Solidaritas untuk Munir, di kantor Kontras, Jakarta, Rabu lalu. Tersangka itu, kata dia, bisa tersangka baru ataupun lama.

Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat meminta nama tersangka yang diumumkan adalah tokoh intelektual atau dalang pembunuhan.

"Jaringan intelektual inilah yang belum terkuak, dan polisi jangan ragu mengumumkannya walau hanya berupa inisial," kata anggota Komisi Hukum dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Nadrah Izahari.

Setelah terbunuhnya Munir pada September 2004 dalam perjalanan dari Jakarta menuju Amsterdam, polisi baru menetapkan tiga orang tersangka, yaitu pilot Garuda Pollycarpus Budihari Priyanto, Yeti Susmiyarti (pramugari), dan Oedi Irianto (pramugara). Polly sempat divonis bersalah dan menjadi satu-satunya terpidana dalam kasus pembunuhan ini. Namun, Oktober lalu, Mahkamah Agung menyatakannya tidak bersalah.

Pollycarpus sempat dikaitkan dengan Muchdi Purwopranjono, mantan Deputi V Bidang Penggalangan Badan Intelijen Negara (BIN). Dalam catatan Tim Pencari Fakta (TPF) kasus Munir yang dibentuk Presiden, Pollycarpus ditengarai pernah beberapa kali menelepon ke meja Muchdi. Sejumlah pihak juga menuduh BIN, yang saat itu dikomandani Hendropriyono, sebagai dalang di balik pembunuhan tersebut. Namun, hal ini dibantah oleh para petinggi BIN.

Penasihat hukum mantan Kepala BIN A.M. Hendropriyono, Mayjen (Purnawirawan) Syamsu Djalal, membantah adanya upaya pembunuhan aktivis hak asasi manusia Munir oleh bekas petinggi BIN. Ia juga menyangkal adanya pertemuan untuk melakukan perbuatan itu. "Nonsense! Tidak pernah ada rapat untuk merencanakan pembunuhan Munir di BIN," ujar Syamsu Djalal ketika dihubungi Tempo kemarin.

Pelapor khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa, Philips Alston, pada 28 Maret lalu telah melapor ke Dewan Hak Asasi Manusia PBB soal perkembangan penyidikan kasus Munir. "Pemerintah Indonesia sebagai anggota Dewan HAM wajib memberikan jawaban atas laporan ini," ujar Asmara Nababan, mantan anggota TPF Munir.

Koordinator Kontras Usman Hamid mengungkapkan, dalam laporannya Alston menyebutkan pemerintah Indonesia sudah menunjukkan sikap kooperatif. Namun, Alston mempertanyakan komitmen pemerintah dalam mengungkap kasus ini. Pasalnya, dalam keputusan presiden tentang pembentukan TPF, disebutkan bahwa hasil TPF akan disampaikan ke publik. "Namun, sampai saat ini belum disampaikan," ujar Usman.

Dia meragukan polisi akan mengumumkan tersangka baru kasus Munir. "Sulit untuk langsung dipercayai," katanya. DIAN YULIASTUTI | TITO SIANIPAR | MUSLIMA | ERWIN DARIYANTO | PRAMONO | SANDY INDRA PRATAMA