Politik: Penegakan HAM Bukan Soal Pencitraan

Jakarta, Kompas – Penegakan hak asasi manusia adalah keberpihakan serta perjuangan dan bukan perihal pencitraan. Dalam pergaulan internasional, Indonesia dapat saja dikenal sebagai negara yang menghormati hak asasi manusia, tetapi pengakuan itu harus berbanding lurus dengan penegakan hak asasi manusia di dalam negeri.

Hal itu mengemuka dalam jumpa pers yang digelar Kontras, Imparsial, HRWG, Elsam, Demos, dan Infid, Rabu (16/5) di Jakarta. Pencalonan kembali keanggotaan Indonesia untuk menjadi anggota Dewan HAM periode 2007-2010 memang disambut baik, namun diharapkan langkah itu bukan hanya ikrar dan janji saja.

Dalam pernyataan bersama yang dibacakan Kepala Operasional Kontras, Indria Fernida, disebutkan, ada bukti bahwa Pemerintah Indonesia mengingkari ikrar dan janji Indonesia saat pencalonan perdana pada 2006. "Kebijakan pemerintah yang mendukung impunitas terus terjadi," kata Indria.

Impunitas itu tampak dari masih terkatung-katungnya penyelesaian kasus Trisakti, Semanggi, dan pelanggaran hak asasi manusia lainnya. Jaksa Agung Hendarman Supandji bahkan menolak menindaklanjuti penyidikan kasus itu dengan alasan mengada-ada. "Jaksa Agung telah mendelegitimasi penyelidikan peristiwa pelanggaran hak asasi manusia berat oleh Komnas HAM dengan mengusulkan melalui mekanisme pidana biasa," kata Indria lagi.

Di sisi lain, DPR tetap menggunakan isu-isu itu sebagai komoditas politik dan Presiden tidak mengambil langkah aktif untuk membuka kasus itu.

Sementara itu, di tempat terpisah, Jaksa Agung Hendarman Supandji menyatakan pihaknya tidak pernah mengutak-atik hukum dalam menangani kasus pelanggaran hak asasi manusia selama ini. Apa yang dijalaninya mengikuti rambu-rambu hukum yang sudah ada. (JOS/Har)