Keanggotaan Dewan HAM Dinilai Politis

JAKARTA (SINDO) – Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menilai, terpilihnya kembali Indonesia sebagai anggota Dewan HAM PBB tidak terkait dengan prestasi penegakan HAM di Tanah Air.

Menurut Kontras, terpilihnya Indonesia lebih karena kuatnya lobi politik yang dilakukan Indonesia di PBB. ”Beberapa negara lain yang juga terpilih menjadi anggota mempunyai catatan buram dalam penegakan HAM di negaranya. Jadi, tidak ada korelasi langsung antara terpilihnya satu negara dalam Dewan HAM PBB dengan prestasi penegakan HAM mereka,” ungkap Kepala Operasional Kontras Edwin Partogi,kemarin.

Seperti diketahui, Indonesia kembali terpilih menjadi anggota Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (HAM PBB) untuk periode 2007–2010. Hal ini setelah Indonesia memperoleh dukungan suara 182 dari 190 negara anggota PBB yang memiliki hak pilih pada sidang yang diselenggarakan Majelis Umum PBB di New York, Kamis (17/5) malam waktu setempat.

Edwin menyatakan, duduknya Indonesia dalam anggota Dewan HAM PBB tidak akan memberikan pengaruh signifikan dalam proses penegakan HAM di tingkat nasional. Hal itu dibuktikan dengan masih banyaknya kasus pelanggaran HAM yang belum terselesaikan meskipun tahun lalu Indonesia juga telah terpilih menjadi salah anggota Dewan HAM PBB. ”Sampai saat ini penyelesaian kasus Munir, Mei dan Trisakti, Semanggi I dan II belum menunjukkan perkembangan signifikan,” ujarnya.

Menurut Edwin, keberadaan Indonesia di Dewan HAM PBB juga tidak akan banyak mempengaruhi proses penegakan HAM di dunia.Kuatnya pengaruh Amerika Serikat (AS) di lembaga itu, kata dia, membuat anggota lain tidak mempunyai nilai tawar kuat. Namun, Edwin berharap, terpilihnya Indonesia menjadi momentum perbaikan bagi penegakan HAM di Tanah Air. Wakil Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Zoemrotin Soesilo mengatakan, terpilihnya Indonesia menjadi anggota Dewan Hak Asasi Manusia periode 2007- –2010 adalah hal prestisius. Namun, perlu ada catatan yang harus dilakukan pemerintah. ”Prestasi itu harus mampu mendorong pemerintah untuk lebih serius dalam menyelesaikan pelanggaran HAM,” jelas Zoemrotin . (suwarno/kholil/nurmayanti)