Kepolisian Didesak Ambil Alih Kasus Penembakan di Pasuruan

Laporan Wartawan Kompas Yulvianus Harjono

JAKARTA, KOMPAS – Sejumlah aktivis hak asasi manusia dan organisasi kemasyarakatan mendesak kepolisian mengambil-alih penyidikan kasus penembakan di Alas Tlogo. Mereka berharap pengadilan koneksitas bisa menjamin independensi dan obyektif pengungkapan perkara yang sarat unsur pidana ini.

Desakan ini antara lain disampaikan Institute for Defense Security and Peace Studies (IDSPS) serta Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) secara terpisah, Senin (4/6).

Direktur Eksekutif IDSPS Yunanto sepakat dengan dugaan Komnas HAM bahwa telah terjadi indikasi pelanggaran HAM oleh aparat TNI AL dalam kasus tersebut. Perintah penempatan pasukan dan melakukan tindakan sendiri di wilayah sengketa yang notabene menjadi domain kepolisian, mengindikasikan persoalan.

”Untuk membuktikan ada tidaknya pelanggaran ini, perlu ada pengadilan yang obyektif. Sementara, obyektivitas ini hanya bisa dilakukan lewat peradilan umum. Bagaimanapun, syarat adanya semangat korps dan melindungi di militer kan harus dipertimbangkan. Apalagi, faktanya, kasus-kasus yang dibawa ke peradilan militer tidaklah bisa terselesaiakan,” paparnya.

Menurutnya, pernyataan terbuka Panglima TNI Marsekal Djoko di media akan jaminan proses penyidikan terbuka, tidak cukup. Ini belum bisa dijadikan jaminan. Bagaimanapun, TNI diimbau tunduk pada domain peradilan umum mengingat kasus ini bersentuhan langsung dengan warga sipil.

Tim Pencari Fakta
Dalam kesempatan sama, pengamat ilmu kepolisian Universitas Indonesia Bambang Widodo Umar mendesak agar Polri bersikap proaktif dan berani mengusut kasus ini. Sikap proaktif inilah yang ditunggu-tunggu pascareformasi TNI satu dasawarsa ini. Diterapkannya prinsip pengadilan koneksitas, menurutnya, merupakan upaya untuk mengoptimalkan fungsi lembaga negara.

”Komnas HAM dan TPF (Tim Pencari Fakta) itu memang bagus. Tetapi, sifatnya ini kan tidak permanen. Kenapa tidak dimaksimalkan lembaga formal yang ada ?” ujarnya sambil berharap kasus ini dijadikan pelajaran agar pemerintah secepatnya menuntaskan RUU Peradilan Militer yang bisa menjawab tantangan ini.

Koordinator Kontras Usman Hamid sependapat agar pemerintah secepatnya mendorong pengesahan RUU Peradilan Militer. Tanpa ketentuan ini, kepolisian sulit memiliki keberanian mengusut perkara pidana yang dilakukan TNI. Sementara, dalam kasus dugaan pelanggaran HAM, Kontras mendesak agar pemerintah segera membuat TPF.