Kontras: Peninjauan Kembali Terlalu Dipaksakan

Para pengunjuk rasa menuntut aparat penegak hukum mengusut tuntas kasus pembunuhan Munir.RTA] Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Usman Hamid mengatakan upaya Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam mengajukan peninjauan kembali (PK) atas kasus kematian aktivis HAM, Munir, terkesan dipaksakan apabila tidak disertai dengan konstruksi fakta yang baru.

Usman mengatakan hal itu terkait pernyataan pesimistis Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Abdul Hakim Ritonga tentang kurangnya bukti untuk mengajukan PK. Sebaliknya, Jaksa Agung Hendarman Supandji menyatakan pihaknya siap mengajukan PK. "Ada keraguan dari Kejaksaan Agung. PK ini terkesan dipaksakan atau terpaksa," kata Usman di sela-sela diskusi "Siapa Pembunuh Munir?" di gedung Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Jakarta, Jumat (20/7).

Pada kesempatan itu Usman mengharapkan agar Kejaksaan Agung (Kejagung) benar-benar memerhatikan kecukupan bukti dalam mengajukan PK. Apabila materi yang diserahkan tidak jauh berbeda dengan dakwaan di pengadilan tingkat pertama, maka dikhawatirkan PK tidak dapat menjerat Pollycarpus yang menurut Kejagung terlibat dalam kematian Munir.

Kesiapan Kejagung itu, kata Usman, di antaranya bisa dicapai dengan menyertakan bukti 41 kali hubungan telepon antara Pollycarpus dengan pejabat Badan Intelijen Negara (BIN), Muchdi PR.

"Kejaksaan harus berani mendesak pihak terkait, terutama PT Telkom, untuk membantu membuka substansi perbincangan dalam hubungan telepon tersebut," katanya.

Selain itu, Kejagung juga harus meminta surat keterangan resmi yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum apabila pihak terkait tersebut tidak bisa membuka substansi pembicaraan. Usman yakin apabila hubungan telepon itu bisa dibuka, maka upaya pencarian kebenaran dalam pembunuhan Munir tidak hanya akan menjerat Pollycarpus, tetapi juga beberapa pejabat Garuda Indonesia dan BIN. "Kalau (pembuktian, Red) tidak sampai ke situ, akan mentah lagi," kata Usman.

Pembunuhan Berencana

Sementara itu, Choirul Anam, kuasa hukum istri Munir, Suciwati, dalam gugatan perdata terhadap Garuda Indonesia, menegaskan hendaknya Kejagung bisa membangun logika hukum yang menyatakan bahwa kematian Munir adalah pembunuhan berencana yang melibatkan sejumlah orang.

Dia meminta Kejagung tidak menggunakan logika hukum yang pernah digunakan dalam mendakwa Pollycarpus di pengadilan tingkat pertama. Saat itu, kata Anam, jaksa menyatakan Pollycarpus melakukan pembunuhan atas keinginan pribadi. Pollycarpus digambarkan sebagai pribadi yang nasionalis dan tidak suka terhadap Munir, seorang aktivis yang sering mengkritik penguasa.

Menurut Anam, PK harus dipersiapkan sematang mungkin agar bisa menjelaskan bahwa pembunuhan yang dilakukan Pollycarpus juga melibatkan pihak lain. "Kalau Polly (Pollycarpus, Red) masih berdiri sendiri, kami tidak yakin PK akan berhasil," ujarnya.

Pollycarpus Budihari Priyanto adalah pilot senior Garuda yang pernah didakwa membunuh Munir pada 7 September 2004. Setelah menjalani persidangan, hakim menjatuhkan vonis dua tahun penjara dan kemudian bebas. Terkait hal itu, Kejagung kini berupaya mengajukan PK atas putusan tersebut. [Ant/A-16]