Surat Terbuka: Masukan Masyarakat Sipil Kepada Komisi Kebenaran Dan Persahabatan Republik Indonesia Dan Republik Timor Leste

Perihal       : Masukan Masyarakat Sipil Kepada Komisi Kebenaran Dan Persahabatan Republik Indonesia Dan Republik Timor Leste

Kepada YTH
KETUA KOMISI KEBENARAN DAN PERSAHABATAN
Bapak. Benyamin Mangkoedilaga (Indonesia)
Bapak. Dionisio Da Costa Babo Soares (Timor Leste)
Di tempat

SALAM HORMAT,

1.
Mempertimbangkan pelanggaran-pelanggaran berat HAM dan pelanggaran hukum perang yang terjadi di Timor leste baik pada 1999 maupun pada sebelum 1999, terutama masa invasi militer Indonesia sejak tahun 1975;
2.
Mempertimbangkan akibat-akibat kemanusiaan, terutama para korban dan keluarga korban, dari pelanggaran-pelanggaran HAM dan pelanggaran hukum perang, baik di Indonesia maupun dan terutama di Timor Leste yang sampai saat ini belum mendapatkan keadilan dan pemulihan secara layak;
3.
Mempertimbangkan respon hukum dan kemanusiaan, termasuk rekomendasi-rekomendasi, yang telah dilakukan oleh sejumlah pihak; Indonesia, Timor Leste, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang telah dituangkan dalam sejumlah hasil dan dokumen resmi, seperti, Laporan CIET, hasil kerja CAVR/CHEGA!, Laporan Investigasi Komnas HAM Indonesia, Bahan-bahan Penuntutan Serious Crime Unit (SCU) Timor Leste dan Putusan-putusan Pengadilan HAM di Indonesia maupun Special Panel di Timor Leste, Laporan UN Commission of Expert (CoE);
4.
Mempertimbangkan kekokohan dasar hukum atas komisi atau badan-badan yang membuat laporan-laporan diatas (Rekomendasi nomor 3); CIET didasari melalui Resolusi Komisi HAM PBB tahun 1999 (Situation of Human Rights in East Timor, Paragraph.6.), CAVR didasari oleh Konstitusi Republik Timur Leste pasal 162 dan Undang-undang nomor 10 tahun 2001, Investigasi Komnas HAM Indonesia didasari oleh Perpu Nomor 1 tahun 1999 tentang Peradilan HAM, Penuntutan Serious Crime Unit (SCU) dan Special Panel di Timor Leste didasari oleh UNTAET Regulation 2000/15 junto Resolusi Dewan Keamanan PBB nomor 1272/1999, Pengadilan HAM di Indonesia didasari oleh UU Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM dan yang terakhir dasar hukum UN Commission of Expert (CoE) melalui Resolusi Sekertaris Jendral PBB pada 18 Februari 2005;
5.
Mempertimbangkan telah dibentuknya Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP), untuk selanjutnya dalam surat ini disebut Komisi,  oleh Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Timor Leste pada 5 Agustus 2005 di Denpasar Bali, Indonesia yang hanya menggunakan dasar hukum Memorandum of Understanding (ditandatangani oleh setingkat Menteri dari kedua negara sponsor Komisi) junto JOINT DECLARATION (Jakarta, 9 Maret 2005) ditandatangani oleh Soesilo Bambang Yudhoyono mewakili Indonesia, KR. Xanana Gusmao dan Mari Alkatiri. Keduanya mewakili Timor Leste junto JOINT DECLARATION (Jakarta, 14 Desember 2004) ditandatangani oleh Soesilo Bambang Yudhoyono mewakili Indonesia, KR. Xanana Gusmao dan Mari Alkatiri. Keduanya mewakili Timor Leste.
6.
Mempertimbangkan isi Term of Reference (TOR) Komisi yang didalamnya diantaranya memuat mandat, tujuan, prinsip-prinsip, waktu kerja, komposisi, pembiayaan bantuan internasioanl dan laporan kerja Komisi;
7.
Mempertimbangkan proses dan hasil kerja sementara oleh Komisi dalam kurun waktu 23 bulan yang; tidak cukup signifikan memberikan sosialisasi hasil kerja ke masyarakat; tidak diketahui secara pasti jumlah dan hasil dari Pengambilan pernyataan, Submisi dan Pengkajian; hanya menghasilkan 1 laporan kemajuan (periode Agustus 2005-Mei 2007), tidak transparan pendapatan dan penggunaan pembiayaan Komisi; tidak berimbang antara pemanggilan saksi korban dan saksi pelaku; tidak menggunakan hasil kerja Pengambilan pernyataan, Submisi dan Pengkajian untuk mengundang dan bertanya pada saksi di Public Hearing;
8.
Mempertimbangkan kesaksian-kesaksian sejumlah nama dalam public hearing yang bertentangan dengan bukti dan temuan dalam dokumen-dokumen pada nomor 3 diatas;
9.
Mempertimbangkan upaya advokasi yang dilakukan oleh sejumlah organisasi di Jakarta, di Timor Leste dan organisasi-organisasi berskala internasional dalam promosi HAM;
10.
Mempertimbangkan undangan Komisi dengan nomor 179/VI/07/COC tertanggal 9 Juli 2007 perihal Lokakarya KKP, Denpasar 28 Juli 2007.  

 

Maka kami yang bertanda tangan dibawah ini atas nama organisasi kami masing-masing, merekomendasikan sejumlah hal;

1.
Mendesak Komisi untuk menuangkan fakta-fakta dari hasil-hasil pengungkapan fakta yang telah dilakukan secara akuntabel, profesional dan mendapat dukungan luas di masyarakat, sebagaimana yang telah dilakukan oleh kedua negara dan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)—dimana Republik Indonesia dan Republik Timor Leste menjadi anggotanya—Dan telah dituangkan dalam laporan hasil Penyelidikan Komnas HAM, Laporan CIET dan Laporan CAVR/Chega!, kedalam laporan akhir Komisi;
2.
Mendesak Komisi untuk menolak menuangkan kedalam laporan akhir Komisi keterangan-keterangan yang didapat dari sejumlah Pelaku yang diundang dan memberikan kesaksian di Public hearing yang keterangannya bertentangan dengan hasil-hasil investigasi sebagaimana yang disebut diatas (rekomendasi Nomor 1), pelaku yang memberikan kesaksian tidak menunjukkan penyesalan, bahkan menuduh pihak lain sebagai pelaku kekerasan di Timor Leste pada tahun 1999. Oleh karenanya Komisi dalam laporan akhirnya harus menyebutkan atau membuat klasifikasi pelaku yang memberikan keterangan secara jujur dan tidak jujur, dan Komisi harus menyatakan permohonan maaf terhadap sejumlah nama yang dituduh, tanpa bukti yang akurat dan terverifikasi, melakukan dan bertanggung jawab kekerasan di Timor Leste pada 1999.
3.
Mendesak Komisi untuk merekomendasikan kedua pemerintah untuk sesegera mungkin membuat, memberikan dan mengimplementasikan program Reparasi bagi korban pelanggaran berat HAM dan korban Pelanggaran Hukum Perang di Timor Leste, terutama pada Perempuan dan Anak. Sekaligus mempertemukan anak-anak Timor-Leste di Indonesia yang masih terpisah dari orang tua dan keluarga mereka, dan memfasilitasi pilihan bebas tentang masa depan mereka. Termasuk, mendorong upaya sosial, budaya dan pendidikan untuk mempertemukan orang Timor-Leste di Timor-Leste dan di Indonesia, khususnya Timor Barat.
4.
Mendesak Komisi untuk merekomendasikan kedua pemerintah sponsor Komisi untuk segera membuat dan mengimplementasikan program Pelurusan sejarah di kedua negara berdasarkan sejumlah fakta yang telah ada dan didasari oleh hukum yang kokoh (sebagaimana yang telah dituangkan dalam dalam laporan hasil Penyelidikan Komnas HAM, Laporan CIET dan Laporan CAVR/Chega!) melalui cara-cara yang edukatif dan mudah digapai oleh masyarakat umum.
5.
Mendesak Komisi untuk tidak memberikan rekomendasi Amnesti kepada Pemerintah Kedua negara sponsor Komisi terhadap mereka yang secara jelas dan terbukti telah melakukan atau bertanggung jawab atas terjadinya pelanggaran berat HAM dan Pelanggaran Hukum Perang di Timor Leste sebagaimana yang telah terbukti dan dinyatakan dalam dokumen-dokumen Laporan CIET, hasil kerja CAVR/CHEGA!, Laporan Investigasi Komnas HAM Indonesia, Bahan-bahan Penuntutan Serious Crime Unit (SCU) Timor Leste dan Putusan-putusan Pengadilan HAM di Indonesia maupun Special Panel di Timor Leste;
6.
Mendesak Komisi untuk merekomendasikan kedua negara sponsor Komisi untuk mempertimbangkan temuan-temuan dan rekomendasi Komisi Ahli (CoE/Commission of Expert) PBB untuk segera melakukan perbaikan institusi hukum dan peradilan dalam rangka melakukan pengadilan ulang terhadap kasus pelanggaran Berat HAM di Timor Leste akibat dari pengadilan diwaktu yang lalu yang tidak fair dan tidak cukup akuntabel memberikan keadilan bagi korban dan untuk mencegah keberulangan kejahatan serupa dimasa depan. Oleh karenanya diperlukan upaya optimal dikedua negara untuk mendorong proses investigasi dan penuntutan hukum yang serius dan profesional atas pelanggaran berat HAM dan Pelanggaran Hukum Perang di Timor Leste, seperti yang akan dilakukan oleh Serious Crime Investigation Team di Timor Leste; 
7.
Mendesak Komisi untuk segera meminta kedua pemerintah sponsor komisi untuk memberikan akses data atau melakukan publikasi atas semua dokumen bersejarah yang menjadi pemicu dan bukti pelanggaran Berat HAM di Timor Leste, termasuk dan terutama dokumen-dokumen tentang pengelolaan penjara Comarca Balide, dan data-data terkait sejumlah orang yang masih hilang hingga saat ini. Hal ini untuk kepentingan pelurusan sejarah dan kebenaran serta penegakan hukum HAM baik di Indonesia maupun di Timior leste;
8.
Mendesak Komisi untuk merekomendaikan kepada kedua negara sponsor Komisi memberikan sanksi administratif seperti pemecatan serta memastikan untuk tidak mendapatkan jabatan publik, dalam 10 tahun kedepan, terhadap semua individu dalam kesatuan Militer atau Kepolisian atau Badan-badan Inteligen atau lembaga-lembaga peradilan,  yang pernah melakukan atau terlibat atau bertanggung jawab dalam pelanggaran berat HAM dan Pelanggaran Hukum Perang di Timor Leste. Termasuk melakukan pelarangan eksistensi organisasi-organsisi bersenjata yang terlibat atau bertanggung jawab dalam pelanggaran berat HAM dan Pelanggaran Hukum Perang di Timor Leste dan memastikan untuk tidak mendapatkan jabatan publik di Indonesia maupun di Timor Leste. Upaya pemecatan dan pelarangan menduduki jabatan publik ini harus dilakukan dengan mekanisme yang transparan, efektif, efisien, fair dan legitimate;
9.
Mendesak Komisi untuk membuat laporan kerja, sejak 5 Agustus 2005 sampai dengan hari terakhir masa kerja,  yang dipublikasikan dalam berbagai bentuk yang mudah diakses oleh korban, keluarga korban, masyarakat kedua negara sponsor komisi dan masyarakat Internasional, dalam bahasa Indonesia, Bahasa Tetum dan bahasa Inggris, selambat-lambatnya 30 hari sejak masa akhir kerja Komisi. Laporan tersebut harus memuat rincian kerja organisasi, penggunaan pembiayaan dan hasil yang telah diterima dalam bentuk kuantitas maupun kualitas;   
10.
Rekomendasi-rekomendasi diatas, dari nomor 1-9, merupakan satu kesatuan dan tidak terpisahkan untuk segera diimplementasikan oleh kedua Pemerintahan; Indonesia dan Timor Leste, terhadap para korban pelanggaran berat HAM dan Pelanggaran Hukum Perang di Timor Leste serta bagi para masyarakat di kedua negara.

 

Demikian surat ini kami ajukan semoga menjadi perhatian bagi Komisi terutama bagi kedua Pemerintahan yang yang mensponsori Komisi ini. Terima kasih.

Hormat kami,
Jakarta, 27 Juli 2007

Haris Azhar ,KontraS
Ade Rostina, SHMI
Taufik Basari, YLBHI
Agung Putri, Elsam
Rafendi Djamin, HRWG
Garda Sembiring, P E C
Tri Agus. S, Solidamor
Th. J. Erlijna, J K B
Rusdi Marpaung, Imparsial
Galuh Wandita, ICTJ Indonesia