Polly Tak Hadir, Sidang Peninjauan Kembali ditunda

TEMPO Interaktif, Jakarta:Sidang Peninjauan Kembali (PK) terhadap Pollucarpus Budihari Priyanto ditunda pekan depan karena termohon PK, yakni Polly tidak hadir.

"Majelis tetap memanggil termohon PK," kata Ketua Majelis Hakim Andriani Nurdin dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (9/8). Sidang akan dilanjutkan pekan depan, Kamis (16/8).

Dalam sidang yang berlangsung selama lima menit itu, isteri Pollycarpus, Yosefa Hera Iswandari memberikan surat keterangan dokter yang menyatakan Pollycarpus sakit diare dan membutuhkan istirahat selama tiga hari, terhitung sejak tanggal 9 sampai 11 Agustus.

Surat keterangan sakit itu ditandatangani oleh dokter Sutedjo dari Pamulang Medical Centre tanggal 8 Agustus kemarin.

Setelah sidang, jaksa penuntut umum Edi Saputra mengatakan menghormati keputusan hakim untuk menunda sidang. "Memang aturannya begitu," ujarnya.

Sedangkan Hera mengatakan, keterangan sakit ini bukan kesengajaan untuk tidak hadir di persidangan. "Selama ini kan kami selalu kooperatif," katanya. Kebutuhan istirahat karena sakit, menurut dia, juga merupakan hak asasi manusia.

Dia juga mengatakan, Polly siap untuk datang dalam persidangan selanjutnya. "Asalkan tidak ada halangan yang tidak memungkinkan untuk hadir, seperti sakit," katanya.

Hera menilai, PK yang diajukan kejaksaan ini seperti dipaksakan. "Ini cara menegakkan hukum dengan cara mencederai hukum," ujarnya. Karena, suaminya telah mendapatkan putusan hukum yang berkekuatan hukum tetap dari Mahkamah Agung pada Oktober tahun lalu.

Pada kesempatan itu, Hera hadir tanpa didampingi kuasa hukumnya. "Dalam hal ini kami memang belum menghubungi kuasa hukum," ujarnya.

Koordinator Kontras Usman Hamid mengharapkan upaya PK ini bisa menunjukkan keadilan, khususnya kepada korban. "Bagaimana bisa ada korban tapi tidak ada hukuman, ada pengadilan tapi tidak ada keadilan?," tanyanya.

Meskipun, dia mengakui, pengajuan PK yang dilakukan kejaksaan tidak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), namun dia berharap upaya PK ini memberikan keadilan. Rini Kustiani