8 Aktivis LBH Aceh Ditahan, YLBHI-Kontras Protes

M. Rizal Maslan – detikcom

Jakarta – Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan Kontras menyayangkan penetapan tersangka delapan aktivis LBH Banda Aceh oleh polisi. Polisi dinilai lebih melindungi kepentingan pengusaha yang mengambil tanah rakyat.

"Kami mengingatkan agar aparat kepolisian tidak memihak pengusaha. Ironis bila upaya memperjuangkan kepentingan masyarakatnjustru dituduh melakukan kebencian kepada penguasa umum," kata Direktur Advokasi YLBHI Taufik Basari dalam jumpa pers di kantor Kontras, Jl Borobudur, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (10/8/2007).

Apalagi, lanjut Taufik, tuduhan polisi terhadap kedelapan aktivis LBH didasarkan pada pasal-pasal penebar kebencian yang bersifat karet, yang sudah tidak dipakai lagi. "Kami menyesalkan tindakan penahanan delapan aktivis LBH Banda Aceh di Pos Langsa oleh Polres Aceh Timur," ujarnya lagi.

Sementara Sekretaris Federasi Kontras Oslan Purba menguatirkan, tindakan kepolisian ini akan mengaburkan masalah sesungguhnya yang menjadi perhatian LBH. Di mana tindakan PT Bumi Flora telah mengambil paksa tanah rakyat sejak tahun 1990.

Kedelapan aktivis yang ditahan pada tanggal 2 Juli lalu, yaitu Muksalmina, Yulisa Fitri, Sugiono, Muhammad Jully Fuadi, Mardiati, Mustiqal Syahputra dan Juanda. Kini mereka berstatus sebagai tersangka yang ditetapkan sejak 8 Agustus lalu dengan tuduhan melanggar Pasal 160 dan 161 KUHP.

Ditambahkan Oslan, kedua pasal yang digunakan polisi umtuk menjerat mereka sebenarnya sudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). MK memutuskan kedua pasal ini sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan situasi di alam demokrasi.

"Tindakan aparat kepolisian justru mencedarai putusan konstitusional negara dengan menggunakan aturan yang mengancam demokratisasi dan HAM," tandas Oslan.

Untuk itu, YLBHI dan Kontras meminta agar Polri bertindak profesional dengan menghargai hak masyarakat dan aktivis pendampingnya. Mereka juga meminta Polri untuk mengusut dugaan pengambilan paksa tanah di Bumi Flora dan menyelidiki tiga warga yang tewas tahun 1999 yang mempertahankan tanahnya itu. (zal/nvt)