SETAHUN UU PERLINDUNGAN SAKSI: PEMERINTAH LALAI MENJALANKAN MANDAT UNDANG-UNDANG

SETAHUN UU PERLINDUNGAN SAKSI:
PEMERINTAH LALAI MENJALANKAN MANDAT UNDANG-UNDANG

 

Pada tanggal 11 Agustus 2007 nanti genaplah setahun umur dari UU Perlindungan Saksi dan Korban yang diudangkan dengan No 13 Pada Tahun 2006. Sebuah  undang-undang yang di sambut baik oleh masyarakat, yang proses pembuatannya melewati waktu hampir 6 tahun lamanya. Namun setelah berulang tahun untuk pertama kalinya,  masyarakat kelihatannya masih harus menunggu lagi agar UU ini di dapat diimplentasikan sesuai harapan. Penantian  ini harus dijalani karena sampai dengan saat ini tidak ada satupun progres yang cukup memadai dari pemerintah dalam melaksanakan undang-undang ini.

Berdasarkan pasal 45 UU No. 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, LPSK harus dibentuk selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah UU tersebut diundangkan. Hal ini berarti bahwa pada tanggal 11 Agustus 2007 nanti, tepat satu tahun UU Perlindungan Saksi dan Korban. LPSK harus telah berdiri. Namun sampai saat ini proses pendirian LPSK ini masih tersendat-sendat dan tidak diketahui secara pasti kapan akan dilakukan. Dengan demikian, dipastikan bahwa pembentukan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) pastilah terlambat.

Keterlambatan pembentukan LPSK ini salah satunya disebabkannya karena keterlambatan dalam proses seleksi pemilihan lembaga perlindungan saksi dan belum terbentuknya beberapa peraturan perundang-undangan (misalnya Peraturan Pemerintah) yang dimandatkan oleh UU No. 13 tahun 2006. Peraturan yang dimandatkan oleh UU No. 13 tahun 2006 adalah PP tentang pemberian kompensasi, restitusi dan rehabilitasi (pasal 7 ayat 3), peraturan presiden tentang kedudukan, susunan, organisasi, tugas, dan tanggung jawab sekretariat (pasal 18 ayat 4), dan PP tentang kelayakan diberikannya bantuan kepada saksi dan korban, jangka waktu dan besaran biaya (pasal 34 ayat 3).

Proses seleksi dan penyusunan PP sejak awal tahun 2007 telah dilakukan, namun karena berbagai kendala teknis maka sampai saat ini kedua proses tersebut tidak berjalan sesuai dengan mandatnya, kurang sosialisasi, tidak partisipatif dan tidak transparan. Justru berita mengejutkan muncul karena ternyata pemerintah tidak menganggarkan biaya untuk proses seleksi anggota LPSK.

Sementara itu, disisi lain keberadaan para saksi dan korban masih terus menerus mengalami intimidasi dan tidak mendapatkan perlindungan yang memadai. Berbagai kasus intimidasi kepada saksi dan korban dalam beberapa daerah dengan berbagai kasusnya. Di Garut misalnya, saksi pelapor kasus korupsi rumahnya dibakar oleh sekelompok orang, di Lampung para saksi dan korban peristiwa Talangsari 1989 masih juga diintimdasi, dan beberapa kasus lainnya. Kondisi menunjukkan bahwa urgensi dan implementasi UU perlindungan saksi perlu untuk segera dibentuk.

Disamping itu dengan molornya implementasi UU ini mengakibatkan para korban dan saksi mengalami penundaan haknya, sesuai yang dimandatkan oleh UU. Para aparat penegak hukum pun yang selama ini menyembah KUHAP, sebagai satu-satunya regulator bagi saksi dan korban, mau tidak mau melakukan “wait and see” pula  atas implentasi UU tersebut.

Seolah tidak begitu peduli dengan situasi ini, pemerintah justru seringnya menunda pembentukan LPSK dengan berbagai alasan. Penundaan ini berimplikasi pada 3 (tiga) hal serius; pertama, Pemerintah melakukan pelanggaran hukum karena tidak melaksanakan mandat UU. Kedua, pemerintah mengabaikan hak-hak saksi dan korban yang telah dijamin dalam UU. Ketiga, para korban dan saksi masih mengalami berbagai bentuk intimidasi dan terror yang menghambat proses penegakan hukum.

Berdasarkan pada situasi tersebut, Koalisi Perlindungan Saksi mendesak:

1.Pemerintah harus segera membentuk Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, dan tidak menunda-nunda proses seleksi anggota LPSK dan mempercepat pembentukan Peraturan Pemerintah.
2.Proses seleksi anggota Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban harus segera dijalankan.
3.Pembentukan Peraturan Pemerintah yang menjadi mandat UU No. 13 tahun 2006 harus segera dibentuk dengan proses yang transparan dan disosialisasikan terlebih dahulu kepada publik.
4.Perlindungan terhadap saksi dan korban harus terus dilakukan dengan prosedur yang ada sebelum terbentuknya Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban.

 

Jakarta, 10 Agustus 2007
Koalisi Perlindungan Saksi

 KOALISI
PERLINDUNGAN
SAKSI

Aceh Judicial Monitoring Institute
Aliansi Pelangi Antar Bangsa (APAB)
Asosiasi Petani Nusantara (ASTANUSA)
BAKUMSU (Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatera Utara)
Cahaya Perempuan WCC Bengkulu
Center for Policy Analysis (CEPSIS)
Flower Aceh
FORUM LSM DIY
Himpunan Serikat Perempuan Indonesia (HAPSARI)
Indonesian Corruption Watch (ICW)
Indonesia’s NGO Coalition for International Human Rights Indonesia (HRWG)
Institut Pembaharuan Desa
Institut Perempuan
Institut Titian Perdamaian
Institute for Development and Economic Analysis (IDEA)
Institute for Research and Empowering Society (INRES) Surakarta
Kelompok Perjuangan Kesetaraan Perempuan Sulawesi Tengah (KPKP-ST)
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS)
Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN)
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang
Lembaga Bantuan Hukum Pemberdayaan Perempuan Indonesia (LBH-P2I)
Lembaga Bantuan Hukum Pers (LBH Pers)
Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP)
Lembaga Pendidikan Rakyat Anti Korupsi (PeRAK Institute)
Lembaga Penyadaran dan Bantuan Hukum Forum Adil Sejahtera (LPBH-FAS)
Lembaga Studi & Advokasi Anti Korupsi (SANKSI BORNEO)
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM)
Lembaga Studi Pers dan Pembangunan (LSPP)
Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI)
Mitra Lingkungan Hidup Kalimantan Tengah (Mitra LH Kalteng)
Mitra Perempuan Womens Crisis Center
Organisasi Wanita (PIPPA-BKOW)
Perempuan Khatulistiwa  Crisis Center  Pontianak
Perkumpulan Sada Ahmo (PESADA)
Pusat   Informasi   dan   Perlindungan   Perempuan  & Anak – Badan Kerjasama
Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) Banda Aceh
Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia (PSHK)
Rekan Anak dan Perempuan
Sahabat Perempuan
Serikat Perempuan Independen (SPI) Labuhanbatu
Serikat Tani Merdeka (SeTAM)
Solidaritas Aksi Korban Kekerasan terhadap Anak dan Perempuan (SIKAP)
Solidaritas Perempuan (SP) Deli Serdang
Solidaritas Perempuan Jabotabek
SOMASI NTB
Swadaya Masyarakat Indonesia (SWAMI)
TAPAL
Transparency International Indonesia (TI-Indonesia)
Yayasan   Pengkajian    Pemberdayaan   Masyarakat  (YKPM)  Sulawesi  Selatan
Yayasan  Lembaga  Bantuan Indonesia (YLBHI)  Hukum  Perempuan   Indonesia  untuk  Keadilan (YLBH-PIK) Pontianak, Kalimantan Barat
Yayasan ISCO FOUNDATION
Yayasan SAMIN