Peringatan 3 tahun Kematian Munir
‘Teologi Kemanusiaan Menuju Keadilan yang Universal’

Peringatan 3 tahun Kematian Munir
‘Teologi Kemanusiaan Menuju Keadilan yang Universal’

Lusa, 7 September 2007, tepat tiga tahun Munir tewas, di atas pesawat Garuda menuju Belanda untuk melanjutkan studi. Hasil forensik menyatakan ia tewas akibat racun dengan dosis mematikan. Walau pengusutan tengah berjalan, belum jelas apakah semua pihak yang bertanggungjawab dalam konspirasi pembunuhan ini kelak dihukum.  

Di tengah hiruk pikuk proses hukum terkini, kami mengajak semua untuk berrefleksi, mengenang keberadaan dan sumbangsih pemikiran Munir sahabat yang berjuang untuk keyakinannya atas nilai kemanusiaan dan penghentian kekerasan. Sebagai manusia biasa, gagasannya untuk kemanusiaan di Indonesia telah menyumbangkan arti lain yang meletakkan dirinya sebagai manusia yang memiliki manfaat bagi manusia lain.

Munir menghadirkan makna hidup dan kehidupan dalam dialektika relasi sosial kita. Munir telah mendekontruksi dan merekrontruksi keberadaan alat-alat kekerasan, menghadirkannya kembali sebagai alat-alat kekerasan yang dibatasi untuk menggunakan kekerasan dan hanya mengabdi pada manusia lewat aturan  hukum Negara.  Dalam gagasannya, ia menemukan energi spiritualitasnya dengan mendudukkan kembali hakekat manusia hidup di dunia dan keberadaan Tuhan, pemilik nilai dalam dunia, yang sejak awal dipahami dan  diciptakan untuk kemaslahatan dan keberkahan.

Munir melihat bahwa esensi dari tujuan hidup bagi manusia di dunia adalah memuliakan manusia berdasarkan nilai. Bukan ”nilai” yang jadi tujuannya sehingga menghalalkan manusia untuk mencapai nilai tersebut. Mendudukkan posisi tersebut menjadi jawaban kunci dalam menentang kekerasan yang menemukan spiritualitasnya. Manusia menjadi tujuan dari kehidupan manusia sendiri, bukan nilai yang ditafsirkan atas kepentingan penafsir. Manusia yang dipahami dlm konteks ini bukan berdimensi fisik, namun berdimensi kemanusiaan.

Untuk menjadikan manusia sebagai tujuan hidup manusia sendiri yang menggunakan nilai dasar dan menemukan esensi nilainya maka diperlukan spiritualitas kemanusiaan lewat perumusan teologi kemanusiaan yang matang. Teologi yang mendudukkan tujuan hidup manusia dengan dasar nilai adalah kebaikan bagi manusia itu sendiri, dimana sikap toleransi, rendah hati, anti kekerasan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia menjadi dasar spiritualitasnya.

Dalam konteks mengenang pemikiran dan gagasan sahabat kami ini, kami mendorong proses tersebut melalui rumusan teologi kemanusiaan melalui serangkaian aktivitas dalam rangka peringatan 3 tahun kematiannya. Dalam acara ini, kami berharap dibuka suatu ruang dialektika baru tentang pentingnya teologi kemanusian yang menempatkan kemanusiaan sebagai tujuan. Untuk meyakinkan, kekerasan yang berlangsung dan merusak hiduip manusia hanya merugikan manusia.

Kami berharap kegiatan ini dapat memberikan inspirasi bagi perlawanan ketidakadilan, keyakinan dan keberanian. Kami bermaksud menyampaikan pesan bahwa pembunuhan Munir, bukan berarti membunuh pemikiran dan idenya. Sehingga harapan rezim untuk menciptakan totalitarisme dengan membunuhnya adalah kesalahan fatal dan hanya semakin membuktikan kekejaman dan kejahatan yang berlangsung. Terakhir, kami mendesak Presiden SBY untuk menetapkan hari kematian Munir sebagai Hari Pembela HAM Indonesia. 

Jakarta, 5 September 2007

 

KASUM
Komite Aksi Solidaritas Untuk Munir


Lampiran :
RANGKAIAN ACARA 3 TAHUN PERINGATAN KEMATIAN MUNIR