Korban Pelanggaran HAM 1965 Minta Keadilan

JAKARTA, KOMPAS – Puluhan korban pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dalam peristiwa tahun 1965-1966, Senin (1/10), mendatangi Komisi Nasional HAM untuk kembali mempertanyakan kejelasan soal keberadaan nasib mereka.

Para korban bersama Kontras mempertanyakan kejelasan tindak lanjut hasil kajian Pulau Buru, penyelidikan pelanggaran HAM berat saat itu, pelaksanaan implementasi, harmonisasi UU terkait, dan soal pemenuhan kembali hak sipil mereka.

"Sudah lama kami mencari kejelasan nasib kami. Bahkan, sebelum resmi dilantik kami telah temui Presiden Yudhoyono di Cikeas, yang menjanjikan dalam 100 hari awal masa pemerintahannya akan menuntaskan masalah itu, tapi sampai sekarang tidak kunjung jelas," ujar Jasman Setioprawiro.

Jasman, yang juga salah satu korban pelanggaran HAM tahun 1965, mengaku heran pada pemerintah. Menurutnya pemerintah sebelumnya sudah mengakui dirinya (Jasman) dan para korban lain sebagai korban namun tidak jelas siapa pelakunya.

Selain itu Jasman juga minta pemerintah mengakui dan merehabilitasi hak-haknya sebagai warga negara yang sah. Hal itu karena sampai sekarang Jasman mengaku belum pernah mendapat gaji dan uang pensiun sebagai veteran selama 14 tahun.

Lebih lanjut dalam siaran pers para korban dan Kontras mengingatkan, Komnas HAM periode lalu di tahun 2004 telah meneliti dan mengkaji pelanggaran HAM yang terjadi di Pulau Buru.

Saat itu dalam sidang paripurna Komnas HAM memutuskan akan membawa dan menyelesaikan kasus tragedi 1965 lewat mekanisme Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR), yang sayangnya UU tentang KKR malah dibatalkan oleh mahkamah Konstitusi (MK).

"Setelah dibatalkan MK sampai sekarang belum ada lagi langkah strategis dan konkret dari Komnas HAM. Padahal pasca pengkajian yang dilakukan, Komnas HAM wajib menindaklanjuti secara pro justicia jika memang menemukan adanya pelanggaran HAM berat," ujar Usman Hamid dari Kontras.

Dalam kesempatan sama Wagimin, yang dipenjara 15 tahun di Pulau Buru tanpa pengadilan, minta Komnas HAM menegakkan hukum secara benar. Bersama sejumlah rekan senasibnya Wagimin juga meminta komisi itu mencari cara menembus kebuntuan sistem peradilan yang ada sampai saat ini. (DWA)