PUTUSAN KASUS PEMBUNUHAN ALMARHUM IBRAHIM, TIDAK ADIL

PUTUSAN KASUS PEMBUNUHAN ALMARHUM IBRAHIM, TIDAK ADIL

 
KontraS Sumatera Utara sangat menyesalkan tuntutan oditur militer padaper sidangan di Mahkamah Militer (07/11) yang hanya menuntut para  terdakwa pembunuh Ibrahim 1-2 tahun penjara dan pemecatan 2 orang terdakwa. Tuntutan ini jauh lebih ringan jika dibandingkan pasal 351-353 KUHPidana yang digunakan oditur untuk menjerat terdakwa yakni 9 tahun penjara. Apalagi kasus ini merupakan penganiayaan dan pembunuhan berencana seorang warga sipil yang wajib dilindungi. Berdasarkan kronologis peristiwa, almarhum Ibrahim dipukul, diculik, disekap, dibunuh sampai akhirnya mayatnya dibuang di Aceh Tamiang. Hukuman yang pantas diberikan untuk kekejaman para terdakwa adalah hukuman seumur hidup. Tuntutan oditur militer 1-2 tahun penjara dan pemecatan mengindikasikan institusi ini tidak ingin bertanggung jawab atas kebobrokan mental anggotanya. 

Maka KontraS Sumatera Utara menilai ada upaya perlindungan institusi yang sengaja dimainkan oleh TNI AU. Perbuatan para terdakwa yang juga melibatkan seorang perwira tinggi jelas telah mencoreng moreng institusi militer yang baru ingin berbenah diri. Namun mengutip perkataan yang sering diucapkan Panglima TNI, Djoko Suyanto hukum militer berlaku kepada setiap prajurit TNI tanpa melihat pangkat dan jabatannya jika terbukti melanggar  hukum.  

Hal lain yang harus juga harus diperhatikan adalah masalah keamanan keluarga korban paska proses hukum ini usai. Sebelumnya keluarga korban pernah diintimidasi dan diteror oleh orang yang diduga kuat sebagai orang suruhan terdakwa akan membalas dendam. KontraS Sumatera Utara menyambut baik respons Danlanud Kolonel Pnb Agus Dwi Putranto yang menyarankan keluarga korban melaporkan teror dan intimidasi tersebut. Dan bukan hanya langkah politis untuk merebut simpati keluarga korban almarhum. 
 
Upaya-upaya perlindungan, impunitas dan pengingkaran kasus-kasus yang melibatkan TNI baik sebagai pelaku ataupun pembeking, selama ini menjadi tembok tebal yang sangat sulit ditembus hukum sipil. Dan hukuman yang dijatuhkan hanya sebatas hukuman indisipliner, tidak sebanding dengan perbuatan dan akibat perbuatan itu sendiri. Akibatnya kasus-kasus kekerasan dan pelanggaran HAM yang dilakukan aparat TNI terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Sampai bulan Oktober tahun ini  telah terjadi 12 kasus kekerasan TNI terhadap masyarakat sipil naik dibandingkan sepanjang tahun 2006 lalu sebanyak 11 kasus. KontraS Sumatera Utara berharap putusan hakim untuk kasus ini lebih berpihak pada kebenaran dan keadilan yang sangat diharapkan keluarga korban.
 
Demikianlah pers release ini kami perbuat agar dapat ditindaklanjuti oleh pihak-pihak terkait. Atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan terima kasih.

 

Medan, 08 November 2007
 

 

Diah Susilowati SH
Koordinator KontraS Sumut