MENDESAK PELAPOR KHUSUS PBB MENGENAI PENYIKSAAN MENDATANGI SULAWESI TENGAH

MENDESAK PELAPOR KHUSUS PBB MENGENAI PENYIKSAAN MENDATANGI SULAWESI TENGAH

 

Mr. Manfred Nowak, Pelapor Khusus atau Special Rapporteur PBB mengenai penyiksaan, akan berkunjung ke Indonesia pada 10-25 November 2007 atas undangan Pemerintah Indonesia.

Kami dari Kelompok Kerja untuk Advokasi Menentang Penyiksaan–Sulawesi Tengah (Sulteng), menyambut baik rencana kedatangan Special Rapporteur, Mr Manfred Nowak, untuk Penyiksaan, pada bulan November 2007 ini atas undangan Pemerintah Indonesia. Kunjungan Special Rapporteur PBB ini adalah resmi dan merupakan representasi dari PBB untuk melihat situasi penyiksaan dan pelaksanaan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan Kejam Lainnya yang telah di Ratifikasi Indonesia pada tahun 1998.

Kunjungan ini merupakan implementasi dari salah satu mandat Special Rapporteur berdasarkan Resolusi Komisi HAM PBB 1985/33, yakni untuk melakukan kunjungan fact-finding (pencarian fakta) berkaitan dengan praktik-praktik penyiksaan di Negara-Negara Pihak pada Konvensi.

Berkaitan dengan hal ini, beberapa poin penting yang harus diperhatikan secara bersama-sama dalam konteks kasus-kasus Penyiksaan, khususnya di Sulteng antara lain:

Pertama, bahwa kerangka hukum yang berlaku di Indonesia sangat tidak memadai untuk mencegah terjadinya praktik-praktik penyiksaan;

KUHP yang berlaku sekarang ini hanya mengenal istilah "penganiayaan", yang secara subtansi dan subyek pelakunya berbeda dengan kategori Penyiksaan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1 Konvensi Menentang Penyiksaan, yang tidak memungkinkan untuk menghukum aparat Negara yang melakukan praktik-praktik penyiksaan dalam meminta/mencari sebuah informasi. Contoh kasus sebagaimana yang dialami oleh Hasan alias Badi, Sabran alias Sabo, Lelianti alias Leli dan Jamal ketika diperiksa di kantor Polisi Sektor Ampibabo, Parigi Moutong. Karena mengalami berbagai penyiksaan ia terpaksa mengakui tuduhan Perampokan di desa Ampibabo.

Di samping itu, UU No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia dan UU No. 26/2000 tentang Pengadilan HAM tidak menyediakan sebuah kerangka hukum, kecuali ketika penyiksaan itu menjadi bagian dari Kejahatan terhadap Kemanusiaan yang dilakukan secara sistematis atau meluas;

Kedua, bahwa sampai saat ini penjara merupakan tempat terjadinya penyiksaan dan perbuatan-perbuatan lain yang tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia terus dilakukan. Oleh karena itu, Special Rapporteur harus diberikan izin untuk memperoleh informasi yang seluas-luasnya mengenai kondisi penjara di Indonesia;

Ketiga, bahwa peluang terjadinya tindakan penyiksaan semakin besar dalam kontra melawan terorisme. PP No. 1/2002 – menjadi UU No. 15/2003 – memberikan wewenang yang sangat besar kepada Kepolisian dan aparat Intelijen dalam hal melakukan penangkapan. Pasal 28 menyebutkan "Penyidik dapat melakukan penangkapan
terhadap orang selama 7×24 jam" Proses ini lebih lama dari yang telah ditetapkan dalam KUHAP;

Keempat, bahwa praktik-praktik penyiksaan masih terus berlangsung di daerah-daerah konflik dan menempatkan masyarakat pada umumnya sebagai korban potensial.

Sebagai contoh, masih terdapatnya kasus-kasus penyiksaan/salah tangkap di Poso pada tahun 2005, 2006 dan 2007, yang tidak diselesaikan dengan baik seperti yang dialami oleh Jumaedi, Jumeri, Mastur Saputra, dan Sutikno pada tanggal 1Juni 2005, ketika ia ditangkap di rumahnya kemudian dibawa ke Hotel Mulia, Pendolo untuk diinterogasi dan dipaksa mengakui keterlibatan dirinya pada peristiwa bom di Tentena. Jumaedi ditangkap sampai 10 Juni 2005. Hal yang sama juga dialami oleh 20 orang masyarakat sipil di Poso saat operasi penangkapan DPO Poso pada tanggal 22 Januari 2007 di Gebangrejo, Kota Poso.

Untuk itu, Kami dari Kelompok Kerja untuk Advokasi Menentang Penyiksaan– Sulteng meminta kepada Special Repourteur PBB tentang penyiksaan, Mr. Manfred Nowak mengagendakan pemantauan ke wilayah Sulteng untuk memastikan pemerintah Indonesia telah memenuhi kewajibannya melindungi dan memenuhi hak-hak dasar masyarakat khususnya bebas dari tindakan penyiksaan.

Selain itu, diharapkan Pemerintah Indonesia dan Departemen-departemen terkait (Deplu, Depkumham/Dirjen Lapas, TNI, dan Polisi) bersikap kooperatif dan berkerja sama dengan Special Rapporteur PBB untuk memberikan informasi yang benar dan bersikap objektif sesuai dengan fakta-fakta yang ada di lapangan. Sehingga inisatif untuk mengundang Special Rapporteur bukan hanya sebagai lips-service semata, namun dapat benar-benar merupakan komitmen Indonesia dalam penghormatan terhadap kemanusiaan, bukan semata-mata retorika politik.

Sehubungan dengan ini, kami menyatakan kepada Pemerintah Indonesia dan lembaga-lembaga Penegak Hukum dan lembaga Perlindungan HAM:

1. Agar Pemerintah RI memberikan akses seluas-luasnya kepada Special Rapporteur PPB, Mr. Manfred Nowak, untuk mengunjungi wilayah-wilayah konflik dan Lembaga Pemasyarakatan/Rumah Tahanan Negara;

2. Untuk terbuka (kooperatif) dan bersikap jujur selama kunjungan Special Rapporteur, Mr. Manfred Nowak.

Demikian Release Ini Kami Sampaikan
13 Nopember 2007

 

KELOMPOK KERJA UNTUK ADVOKASI MENENTANG PENYIKSAAN DI SULAWESI TENGAH

KontraS – LPS-HAM Sulteng – KontraS Sulawesi – YTM – PBHR – WALHI SULTENG – KPPA – YPR – YMPP – PBHR – KPKP Sulteng – POKJA POSO – POSO CENTER