Orang Muda Pantas Memimpin

Oleh AM Lilik Agung

Adalah Sudiro Andi Wiguno, bermasa lalu bukan siapa-siapa. Kini sebagai Chief Executive Officer atau CEO Manhattan Capital, Sudiro mengelola uang triliunan rupiah dan membawahi beberapa perusahaan besar di Tanah Air. Semua pencapaian luar biasa ini diraih Sudiro pada usia 28 tahun.

Dua orang muda lain yang menunjukkan diri sebagai pemimpin korporasi berpengaruh di negeri ini adalah Sandiaga Uno dan Rosan Roslani. Melalui Recapital Advisors, kedua orang muda ini mengakuisisi perusahaan-perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan dengan dana berjumlah tri- liunan rupiah.

Orang muda lain adalah Patrick Waluyo dengan benderanya Northstar Pacific. Inilah perusahaan yang mengambil alih saham PT Alfa Retailindo, Bank BTPN, PT Adaro dan yang baru saja men- jadi isu hangat walaupun belum terwujud, membeli saham Garuda Indonesia.

Pada sisi lain, pewaris "kerajaan" bisnis menunjukkan kinerja kinclong. Sebut saja Anindya Bakrie yang tidak lebih berusia 30 tahun, tapi mampu membawa ANTV dan Esia berlari kencang dan sebentar lagi siap menjalankan bisnis keluarga Bakrie. Michael Sampoerna menerima warisan sebagai CEO Sampoerna sebelum genap berusia 25 tahun. Di tangan Erick dan Garibaldi Tohir bisnis keluarga Tohir langsung melesat dan bahkan kedua orang muda ini mampu mendirikan gurita bisnis sendiri.

Tidak kalah menarik mengamati kiprah orang muda dalam berkarier di jalur korporasi. Seperti, Anton Harjanto, yang belum genap berusia 30 tahun ketika didaulat multinasional Unilever untuk menjadi Direktur Pengembangan dengan tugas utama, memperkuat merek-merek Unilever menjadi nomor satu di seluruh wilayah Asia Pasifik. Atau sosok Yoris Sebastian, berumur kurang dari 30 tahun, yang ide-ide segarnya dipakai oleh jaringan Hard Rock Cafe di seluruh dunia.

Dari korporasi lokal dikenal nama Erwin Tenggono sebagai Direktur Bisnis Luar Negeri Dexa Medica Group yang sangat agresif melakukan penetrasi pasar di wilayah Asia hingga Afrika.

Ranah Politik

Jika orang muda sangat sukses dalam memimpin korporasi, hal demikian ternyata belum terjadi pada ranah politik. Nama-nama terkenal orang muda sebagai aktivis politik, seperti, Budiman Sudjatmiko, Nusron Wahid, Rama Pratama, Pius Lustrilanang, dan Fahri Hamzah, bukanlah pengambil keputusan utama dari partainya. Nama besar mereka tenggelam dalam genggaman pengurus partai yang nota bene orang-orang tua, bahkan penguasa masa lalu.

Lebih baik peran para orang muda yang bergiat di lembaga sosial dan LSM. Banyak yang menjadi pucuk pemimpin dan menentukan hitam putihnya lembaga bersangkutan. Sebut saja Usman Hamid sebagai Koordinator Kontras, Ifdhal Kasim yang menjadi Ketua Komnas HAM, atau Agung Putri sebagai Direktur Eksekutif Elsam. Mantan aktivis lain seperti Sri Palupi, Waluyo Jati, Fadjroel Rachman, Mohamad Qodari bergiat dengan organisasi advokasi yang sekarang dipimpinnya. Sementara dari panggung universitas muncul nama Anis Baswedan, Deny Indrayana, dan Saldi Isra.

Tersendatnya peran orang muda dalam ranah politik dapat diterangkan dalam tiga hal. Pertama, mayoritas pendiri partai politik adalah orang-orang tua. Hal demikian menjadi wajar manakala sebagian be- sar pengurus partai politik ada- lah orang tua. Orientasi politik kalangan orang tua ini satu: kekuasaan. Berpihak pada rakyat, menyuarakan kepentingan kaum terpinggir, dan menghidupkan demokrasi tampaknya tak lain hanya basa-basi politik tanpa ujung pangkal. Tampilnya orang muda hanya sebagai pelengkap karena orang- orang tua ini jelas tak ingin kekuasaannya diserahkan kepada orang muda.

Kedua, mendirikan partai politik butuh biaya tinggi dan jaringan luas. Jelas yang memiliki jaringan luas dan uang berlimpah adalah para orang tua. Aktivis-aktivis muda hanya kuat dalam jaringan, namun dari sisi kocek, tak ada uang berlebih di saku celana.

Ketiga, kaderisasi partai politik yang amburadul. Dapat dipastikan mayoritas partai politik tidak memiliki cetak biru kaderisasi. Kondisi demikian ini yang tidak memberikan peluang bagi orang muda untuk dijadikan kader partai masa depan. Apalagi membekali para kader mudanya dengan senjata bernama kepemimpinan, sistem manajerial, dan motivasi berprestasi.

Kolaborasi

Bergulirnya ikrar para tokoh muda Indonesia untuk memimpin negeri ini agar tidak berhenti pada dataran wacana semata, maka tak bisa ditolak adalah kolaborasi antara para aktivis muda dengan pebisnis muda. Usulan dari tokoh tua agar terjadi sinergi antara orang muda dengan orang tua untuk memimpin negeri ini akan mengulang sejarah-sejarah masa lalu. Tetap saja dalam sinergi ini orang muda sebagai pelengkap semata, sementara kekuasaan tetap menjadi mainan orang-orang tua yang akan dibagi-bagikan kepada orang tua lainnya.

Paling realistis untuk mengelola dan akan mengubah wajah negeri ini adalah sinergi aktivis muda dengan pebisnis muda. Para pebisnis muda negeri ini memiliki banyak kemampuan yang jauh meninggalkan kemampuan kalangan politi- kus tua. Mereka merupakan warga negara berstrata A, di mana secara ekonomi sudah jauh dari cukup. Jalan-jalan ke luar negeri, rapat di hotel-hotel mewah, dan mereka- yasa APBN atau mengharapkan uang amplop bukan lagi orientasi mereka.

Para pebisnis muda ini yang berpendidikan tinggi sudah tidak diragukan lagi kecakapannya dari sisi manajerial. Sementara kalangan politikus tua dan aktivis muda kedodoran menyoal ilmu dan praktik manajerial. Padahal, negara sebagai organisasi modern yang memiliki banyak organ dan lembaga harus ditangani oleh "para manajer" yang cerdas agar dapat bersaing dengan negara-negara lain.

Hal lain di tengah praktik sentimen kedaerahan, kesukuan dan agama, para pebisnis muda akan mencairkan sekat-sekat tidak cerdas ini. Praktik bisnis yang mengharuskan berjejaring global menyebabkan para pebisnis muda ini biasa bergaul dengan berbagai macam orang dari berbagai negara, bangsa, agama, hingga suku. Mereka pluralis, menjunjung kebinekaan dan terbebas dari primordialisme sempit.

Akhirnya niat "Saatnya Kaum Muda Memimpin" menjadi sebuah praktik dan bukan pembagian kekuasaan belaka apabila para aktivis muda politik bergabung dengan pebisnis muda. Selamat berkola- borasi untuk sebuah negeri ber- nama Indonesia.

Penulis adalah mitra pengelola High Leap Consulting, praktisi bisnis