Alat Pacu Jantung Belum Dipasang

[JAKARTA] Kondisi kesehatan mantan Presiden Soeharto pada Jumat (11/1) atau hari kedelapan perawatannya di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP) masih lemah dan belum stabil. Meskipun dalam keadaan sadar, tim dokter kepresidenan yang merawat Soeharto belum berani memasang alat pacu jantung.

"Suhu tubuh 36 derajat celsius, sesak napas berkurang. Tekanan darah berkisar 110-120," ungkap Ketua Tim Dokter Kepresidenan, Mardjo Soebiandono, di RSPP, Jakarta Selatan, Jumat pagi.

Dengan kondisi tersebut, kata Mardjo, tim dokter belum memutuskan untuk memasang alat pacu jantung, mengingat keadaan belum stabil. Untuk itu, tim dokter juga masih membatasi kunjungan.

Mardjo menambahkan, dari foto rontgen memperlihatkan kondisi paru-paru ada perbaikan dibandingkan dengan sebelumnya, akan tetapi belum sepenuhnya membaik.

Sementara itu, sejumlah korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat bersama Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mendatangi RSPP.

Kedatangan mereka untuk men- jenguk Soeharto dan mengharapkan Soeharto lekas sembuh, agar secepatnya diadili secara pidana dan perdata atas berbagai dugaan kejahatan selama 32 tahun memerintah, terutama dugaan kejahatan HAM. Namun korban peristiwa 1965, Tanjung Priok, penculikan aktivis 1998, Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II tersebut hanya sampai di lobi RSPP. Selain itu, tampak pula Suciwati, istri almarhum Munir, aktivis HAM.

Bedjo Untung, salah satu korban pelanggaran HAM berat tahun 1965 mengaku, ia dan teman-temannya dipenjara bertahun-tahun karena dituduh terlibat Partai Komunis Indonesia (PKI) tanpa proses hukum. "Bukankah ini sebuah pelanggaran hukum yang berat?" kata Bedjo.

Sementara itu, Koordinator Kontras Usman Hamid mengatakan, mereka mendatangi RSPP untuk menjenguk Soeharto dan memberikan dukungan moral agar Soeharto cepat sembuh. Menurut Usman, Soeharto harus tetap diadili secara pidana. Oleh karena itu, kata dia, Jaksa Agung harus segera mencabut surat ketetapan penghentian penuntutan perkara (SKP3) atas Soeharto, yang telah dikeluarkan oleh mantan Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh. [E-8]