Komnas HAM Akan Putuskan Kasus Petrus

M. Rizal Maslan – detikcom

Jakarta – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dalam rapat paripurna Februari 2008 akan memutuskan penyelesaian kasus penembakan misterius (petrus) era tahun 1980-an di masa Presiden Soeharto. Komnas HAM sendiri bertekad akan menuntaskan kasus yang bernuansa pelanggaran HAM tersebut.

"Kasus Petrus ini memang saya yang menangani. Tim saya yang melakukan review atas laporan kasus tersebut yang dilakukan komisioner (anggota) Komnas HAM periode yang lalu," kata anggota Komnas HAM Syafrudin Ngulma Simeuleu.

Syafrudin menyampaikan pernyataan itu didampingi anggota lainya, Yoseph Adi Prasetyo (Stanley) dan Johny Simanjuntak, saat menerima Kontras dan korban petrus di Kantor Komnas HAM, Jl Latuharhary, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (23/1/2008).

Menurut Syafrudin, timnya akan melaporkan hasil pengkajian dan penelaahaan terhadap kasus petrus sepanjang tahun 1983-1986 dalam rapat paripurna Komnas HAM pada Februari 2008.

Pihaknya, lanjut Syafrudin, merasa yakin rapat paripurna akan mengeluarkan rekomendasi untuk meningkatkan kasus ini ke proses penyelidikan.

"Saya yakin paripurna akan merekomendasikan itu. Kita semua tidak terpengaruh dengan kondisi Pak Harto dan banyaknya pandangan agar memaafkan Pak Harto. Kita terus akan meneliti dan memutuskan kasus ini," jelas Ketua Tim Kasus Petrus ini.

Hal senada juga diungkapkan Stanley bahwa kasus petrus yang banyak menelan korban di masa pemerintahan Soeharto ini harus dikuak dalang dan pelakunya dari atas hingga para pelaku di tingkat bawah. Soeharto dalam sebuah bukunya memang mengakui  petrus dilakukan untuk memerangi gang-gang penjahat.

Namun pada praktiknya banyak korban yang sama sekali tidak pernah berhubungan dengan dunia hitam. Justru korban pertama kali adalah seorang petinju di Malang dan petani yang saat itu mengkritisi kebijakan Orde Baru, termasuk tokoh pemuda dan aktivis.

"Kita semua sepakat bahwa kasus ini harus diteruskan. Nanti tim akan memberikan hasil kepada paripurna, kalau ini diterima tentu akan ditingkatkan sesuai UU No 26/2000 atau ke proses penyelidikan," unjarnya.

Untuk itu, lanjut Stanley, pihaknya tidak akan surut menuntaskan kasus ini meski Soeharto sedang sakit, termasuk ada wacana untuk memaafkan kesalahannya. "Kalau ada mekanisme untuk memaafkan, itu harus dari korban dan keluarga korban. Bukan DPR dan pemerintah," tandas dia. ( zal / mly )