Indra Setiawan Dituntut Satu Tahun Enam Bulan Penjara

Jakarta-RoL– Mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Indra Setiawan dituntut satu tahun enam bulan penjara karena dianggap bersalah memberikan bantuan kepada Pollycarpus dalam membunuh aktivis HAM, Munir.

Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang perkara tersebut di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat, menegaskan bantuan dan kesempatan yang diberikan kepada Pollycarpus dilakukan dengan sengaja.

Indra dijerat dengan pasal 340 jo pasal 56 ke-2 KUHP. Tim JPU menyatakan, mantan Direktur Utama Garuda Indonesia itu terbukti melakukan perbuatan yang memenuhi unsur perbantuan dalam pasal 56 KHUP.

Pembantuan itu dengan sengaja dilakukan dengan menugaskan Pollycarpus sebagai staf perbantuan corporate atau aviation security dalam penerbangan bersama Munir.  Pollycarpus didakwa membunuh Munir. Pollycapus kini menunggu putusan Peninjauan Kembali perkara tersebut dari Mahkamah Agung.

Munir ditemukan tewas karena diracun saat berada di pesawat Garuda nomor penerbangan GA 974, Senin, 7 September 2004 yang terbang dari Jakarta menuju Amsterdam , Belanda setelah singgah di Singapura.

JPU menilai perbantuan bisa dilakukan seseorang tanpa harus mengetahui rincian tindak pidana yang dilakukan. "Pembantu tidak perlu tahu kapan, dimana, dan bagaimana tindak pidana dilakukan," kata JPU Didik Farhan.

Perbuatan Indra, menurut JPU, telah mengurangi kepercayaan masyarakat dalam menggunakan jasa penerbangan Garuda Indonesia, sekaligus merusak citra maskapai penerbangan milik pemerintah itu.

Seperti ketika membacakan dakwaan, JPU hanya sedikit menyinggung peran dan keterlibatan Indra Setiawan. Selebihnya, JPU menguraikan bagaimana Pollycarpus membunuh Munir.

Oleh JPU, Indra didakwa sengaja memberi kesempatan, sarana, atau keterangan kepada Pollycarpus untuk melakukan kejahatan pembunuhan berencana.

Dalam dakwaan, Indra pada Juni atau Juli 2004 disebutkan bertemu dengan Pollycarpus di Restoran Bengawan Solo, Hotel Sahid, Jakarta.

Pada pertemuan itu, Pollycarpus menyerahkan surat dari Badan Intelejen Negara (BIN) yang ditandatangani Wakil Kepala BIN, As’ad, kepada Indra.

Isi surat itu meminta Indra agar menugaskan Pollycarpus sebagai staf perbantuan corporate atau aviation security dengan alasan PT Garuda Indonesia adalah sebagai perusahaan vital dan strategis sehingga perlu ditingkatkan keamanannya.

Menurut dakwaan, Indra sudah mengetahui bahwa Pollycarpus tidak ahli dalam bidang aviation security namun tetap saja Indra menerbitkan surat GA/DZ-2270/04 tertanggal 11 Agustus 2004 yang menempatkan Pollycarpus sebagai staf perbantuan di unit corporate atau aviation security, sehingga pilot senior itu bisa dengan mudah mengatur jadwal penerbangan dirinya.

Ragukan
Menanggapi tuntutan itu, kuasa hukum Indra setiawan, Antawirya, meragukan kesahihan pembuktian JPU. Hal itu dapat dilihat dari ketidaksesuaian antara pasal yang disangkakan dan tuntutan yang diajukan.

Antawirya mengatakan, tuntutan satu tahun enam bulan penjara tidak sebanding dengan pasal yang disangkakan, yaitu pasal 340 KUHP dengan ancaman hukuman mati. Hal itu, menurut dia, menunjukkan keraguan JPU terhadap kualitas pembuktian.

Kemudian Antawirya juga mempertanyakan sedikitnya uraian peran Indra dalam kasus kematian Munir. JPU lebih banyak menguraikan peran Pollycarpus dalam kasus itu. "Sebenarnya yang dituntut itu Indra atau Pollycarpus?," kata Antawirya mempertanyakan.

Sementara itu, Koordinator Kontras Usman Hamid menyayangkan ketidakberanian JPU untuk menuntut Indra lebih berat, sebanding dengan pasal yang disangkakan. Menurut Usman, Indra tidak hanya membantu tindak pidana biasa, melainkan juga tindak pidana pembunuhan berencana.

Usman menambahkan, seharusnya Indra dituntut lebih berat karena dianggap lalai dalam menjalankan tugas sebagai Direktur Utama Garuda Indonesia. "Ini ada unsur menyalahgunakan jabatan," katanya. antara/abi