Korban Soeharto Tolak Kibarkan Bendera Setengah Tiang

JAKARTA, SENIN-Seruan pemerintah untuk mengibarkan bendera setengah tiang selama tujuh hari oleh pemerintah, tidak mendapat respon dari para penentang Soeharto. Para penentang Soeharto menganggap, reaksi pemerintah atas meninggalnya mantan penguasa Orde Baru ini, terlalu berlebihan.

"Pemerintah harus pertimbangkan status terdakwa Soeharto yang belum terkoreksi melalui proses yang sah dimata hukum, dalam ketrlibatannya dimasa lalu dalam sejumlah kejahatan. Pembunuhan dan pemenjaraan  massal 1965, kejahatan terhadap kelompok Islam (peristiwa Tanjung Priok dan Talangsari), Pembunuhan misterius 1980-an, operasi militer di Aceh dan Papua, invasi ke Timor Leste, penembakan mahasiswa serta penghilangan dan penculikan aktifis pro demokrasi 1997-1998," ujar Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Usman Hamid dalam rilisnya yang dibagikan kepada para wartawan, Senin (28/1), di Jakarta. 

Sikap ini tak lain, pernyataan sikap bersama dari beberapa LSM yang tetap menuntut Soeharto di adili. Sikap KontraS ini mewakili para korban kejahatan rezim Orde Baru lainnya seperti  Korban Pelanggaran HAM (Tragedi 1965, Penembakan Misterius, Tanjung Priok 1984,Talangsari 1989, Peristiwa Mei 1998, Trisakti, Semanggi I dan II,serta Penculikan aktivis 1997-1998).

"Indonesia harus menyelesaikan warisan masa lalu dari Pemerintahan Soeharto. Kita tak bisa melupakan masa lalu. Kita harus terus mengingat dan secara bersama-sama  menyelesaikan berbagai warisan masa lalu itu secara bermartabat, yaitu lewat proses hukum dan keadilan yang layak," jelas Usman Hamid.

Kematian Soeharto, katanya lagi,  hanya menggugurkan kesempatan bagi almarhum untuk membela diri dan kewajiban untuk mempertanggungjawab kan kesalahan-kesalahan nya secara individual. Kematian Pak Harto, tidak berimplikasi pada penghapusan pertanggung jawaban terhadap pejabat-pejabat lain (kroni-kroni) yang terlibat dalam kejahatan-kejahatan yang sistematis.

Usman kembali menjelaskan, pengampunan atau pemberian maaf, merupakan hak dari para korban dan keluarga korban. Pemaafan dan pengampunan hanya dapat diberikan kepada mereka dideritakan dan dirugikan oleh kebijakan dan perilaku Orde Baru. Pengampunan dan pemaafan kepada Soeharto, jelas Usman Hamid,  tidak bisa diberikan oleh pemerintah karena kejahatan-kejahatan tersebut dilakukan dalam kapasitasnya sebagai Pemerintah (di masa lalu).

"Bila pemaafan dan pengampunan diberikan maka akan terjadi Pemaafan dan pengampunan bagi diri sendiri oleh pemerintah (self amnesty)," demikian Usman Hamid.(Persda Network/Rahmat Hidayat)