Gelar Pahlawan untuk Soeharto Sakiti Hati Rakyat

[JAKARTA] Sejumlah kalangan menilai mantan Presiden Soeharto tidak layak diberi gelar pahlawan. Pasalnya, sampai ia meninggal dunia, statusnya masih sebagai terdakwa kasus korupsi.

Selain itu, begitu banyak orang yang dibunuh dan dipenjara tanpa melalui proses hukum pada masa pemerintahan Soeharto. "Kalau ia diberi gelar pahlawan, justru menyakiti hati rakyat, terutama para keluarga korban kekejaman di masa pemerintahannya," kata Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Usman Hamid kepada SP di Jakarta, Rabu (30/1).

Selain itu, kata Usman, sangat ironis kalau Soeharto diberi gelar pahlawan karena sejumlah mahasiswa yang tewas ditembak "anak buah" Soeharto pada 1998 karena menuntut dia mundur telah diberi gelar pahlawan reformasi. Sedangkan di sisi lain, Soeharto yang diduga kuat sebagai dalang peristiwa itu juga akan diberi gelar pahlawan.

Senada dengan itu, Koordinator Tim Advokasi dan Rehabilitasi Korban Tragedi 1965 Witaryono Reksoprodjo mengatakan kalau Soeharto diberi gelar pahlawan, selain menyakiti rakyat Indonesia, juga memalukan bangsa dan negara. Pasalnya, di mata dunia internasional Soeharto adalah mantan kepala negara yang mencuri harta negaranya paling tinggi dibanding kepala negara lain yang juga korup.

Selain itu, ketika Soeharto meninggal dunia media massa asing memberitakan Soeharto sebagai seorang mantan diktator yang kejam. "Sudahlah. Ia tidal layak diberi gelar pahlawan," kata dia.

John Pakasi, salah satu korban pelanggaran HAM berat 1965, mengatakan Soeharto adalah diktator yang kejam, bahkan lebih kejam dari Hitler. "Mana bisa orang seperti dia diberi gelar pahlawan?" ujar pria yang dipenjara selama 9 tahun tanpa melalui proses hukum oleh Soeharto dengan alasan terlibat PKI.

Ketua Badan Pengurus Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Patra M Zen mengatakan sangat tidak patut pemerintah memberikan predikat pahlawan kepada Soeharto. Ketidaklayakan itu didasarkan pada alasan bahwa secara hukum, Soeharto tidak bisa dikatakan bersalah maupun tidak bersalah karena proses hukum atas perbuatannya tidak selesai.

Keputusan pemerintah memberikan predikat pahlawan dan memberikan penghormatan tujuh hari berkabung merupakan sikap yang gegabah dan tidak berdasar. Hal itu juga bertentangan dengan prinsip proporsionalitas dan alasan hukum yang rasional.

Patra menilai sikap dan proses politik yang mengiringi kematian Soeharto yang ditunjukkan oleh pemerintah begitu gegabah dan berlebihan. Pasalnya, Soeharto meninggal dunia tanpa pernah diadili atas perbuatan-perbuatan.

Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat Anas Urbaningrum menilai tidak elok untuk membicarakan dan memperdebatkan apakah mantan Presiden Soeharto yang telah berpulang, Minggu (27/1), perlu diberi gelar pahlawan atau tidak. Lebih tidak elok lagi karena wacana itu hanya bermaksud mengambil kesempatan politik dalam suasana duka keluarga mantan penguasa Orde Baru itu. "Itu tidak ubahnya politisasi atau bahkan komersialisasi duka cita untuk kepentingan politik," kata Anas. [E-8/A-21]