SEBUAH KEKEJAMAN DI NEGERI HIJAU

Dimana ayah aku……….?????

HIDUP TANPA SEORANG AYAH TAK PERNAH LENGKAP BAHKAN SANGAT MENYEDIHKAN bagi sekeluarganya. Ayah, tulang punggung, tumpuan dan segalanya, kepergian sang ayah tidak akan bisa tergantikan oleh siapapun juga. Ya, begitulah kiranya perasaaan Nurhasanah yang sedang mencari ayahnya selama delapan tahun.

Matahari siang menghantarkan panas dan cahaya silau menembus dedaun dan pepohonan bias warna cerah kekuningan. Pemandangan berbeda dari bukit-bukit hijau yang menjulang tinggi berhiaskan rumah-rumah asri penduduk, menyejukkan mata dan menambah keindahan daerah yang terkenal dengan biji kopi Ateng yang banyak digemari karena aroma dan cita rasa yang tersendiri.

Bener Meriah merupakan kabupaten baru pemekaran dari Aceh Tengah selain penghasil kopi warga disana juga menanam alpukat, jeruk, tomat, buncis, bunga kol, labu dan aneka sayuran lainnya sebagai hasil ladang andalan mereka. Nurhasanah bersama ibunya tinggal disana dibukit rimbun.

Aceh Tengah dan Bener Meriah terdiri suku Jawa, suku Gayo dan suku Aceh. Disini juga terkenal dengan pasukan Milisi yang dilatih oleh TNI, Diantara suku ini, suku Jawa banyak yang direkrut oleh Tentara Nasional Indonesia atau TNI, selain dilatih mereka juga dipersenjatai untuk membantu tugas TNI menumpas GAM atau Gerakan Aceh Merdeka. Sebelum konflik melanda tanah ini warganya hidup rukun, damai banyak hasil alam yang dijual ke kota-kota lain. Kerukunan mulai tercabik saat TNI membentuk Milisi di daerah ini warga yang mulanya hidup damai mulai saling mencurigai dan saling mengancam, menurut keterangan yang saya terima dari warga disana kebanyakan yang

menjadi korban adalah mereka yang menentang tidak mau bergabung dengan pasukan milisi dan ada juga korban akibat perang, dan pembantaian oleh TNI dan juga GAM terhadap suku jawa.

Ayah Nurhasanah salah satu korban penculikan TNI bersama Milisi.

Cerahnya langit siang itu mewarnai suasana, remaja berusia enam belas tahun yang biasa dipanggil Nur sedang membuka lembaran foto-foto ayahnya sambil bercerita masa kelamnya kepada saya. Jari-jemarinya diremas-remas, sesekali ia menyeka air mata yang meleleh dari pipi ketika ia menerawang jauh wajah ayahnya. Ayahnya berasal dari kabupaten bireun, merantau ke Bener Meriah sebagai petani, ibunya keturunan suku gayo mereka sudah mendiami dataran tinggi ini berpuluh-puluh tahun lamanya sebelum konflik bergejolak di daerah yang berhawa sejuk itu.

“Ayah memang orang Aceh, tapi bukan anggota GAM, mungkin karena suku aceh, ayah diculik dan dihilangkan sampai sekarang”, imbuh Nur dengan mata berkaca-kaca.

TEPATNYA DITAHUN 2000 PETAKA ITU TERJADI SAAT MALAM MAU BERANJAK PAGI. Pada malam itu ada orang datang mengetuk pintu rumahnya, diluar terdengar suara gaduh mula-mula satu dua kali lama-kelamaan terdengar semakin keras seperti memaksa untuk segera membukakan pintu.

“Suaranya seram menakutkan”. ujarnya sambil mencoba mengingat kejadian itu.

Gonggongan anjing riuh tidak seperti biasanya seakan tahu perihal buruk yang akan terjadi dimalam buta itu. Detak jantung berdebar kencang seraya berdoa dalam cemas. Ia memberanikan diri keluar dari kamar dan melihat ayah ibunya sudah berdiri di ruang depan sambil berbisik-bisik ketakutan. Diluar sana suara semakin memekik minta untuk dibuka pintu sambil menggedor-gedor kencang.

Setengah mengintip ayahnya menuju ke pintu hendak membuka pintu tapi tiba-tiba Braakk……… pintu didorong dari luar, secepat kilat sekelompok orang bersenjata laras panjang dengan memakai sebho (penutup wajah) bergerak masuk kedalam rumah, beberapa dari mereka ada yang membawa golok (parang). Sikap garang tamu-tamu misterius yang berjumlah sekitar dua puluh orang itu membuat sekeluarga ini meringkuk ketakutan didalam rumah, tamu beratribut militer menggiring ayahnya keluar rumah.

“ikut kami sekarang!”. perintah salah seorang dari komplotan sambil menarik lengan ayahnya.

“Selesaikan malam ini saja”. sahut yang lainnya.

“Ada apa ini aku tidak tahu apa-apa, kenapa tidak besok saja, ini sudah larut malam..” ayahnya mencoba menolak ajakan mereka

Penolakkan ayahnya tak urung mendinginkan kemarahan mereka bertambah lebih garang laras senjata seketika mengarah kekepala ayahnya. Dengan penuh ketakutan tulang punggung keluarga ini melangkahkan kakinya tanpa mampu berbuat apa-apa lagi.

Airmata gadis ini makin deras menuruni bukit pipinya yang memerah memendam kepedihan, lipatan baju sang ayah yang selalu dirindukannya diremas melukiskan suasana hatinya yang teramat luka. Ingatan gadis itu masih melayang pada kejadian suram yang masih membekas dibenaknya, Ia masih mengingat ketika ayahnya diperlakukan begitu kasar.

Melihat ayahnya diperlakukan tidak manusiawi, ia marah dan merangkul ayahnya.

“Jangan bawa ayah aku, kalau ayah dibawa siapa yang akan menyekolahkan aku lagi, kenapa ayahku diambil, apa salahnya”?. celoteh Nur terakhir kalinya sambil mencoba menghadang gerombolan bersenjata yang ingin membawa pergi ayahnya.

Nasib baik tidak berpihak padanya, ia didorong hingga terjatuh. Ayahnya terus dibawa. Ia dirangkul ibunya dalam suasana duka, ibu, Nur, kakak dan adiknya menangisi kepergian sang ayah.

“Bayangan ayah terus menghilang digiring dibalik semak-semak yang menghitam, entah kemana arahnya mereka pergi sejak itu sunyi senyap”. imbuh Nur

Malam itulah terakhir ia melihat wajah ayahnya, ia tidak menyangka kalau ayahnya akan hilang selamanya. Udara dingin yang terasa menusuk ke sum-sum tak dihiraukan lagi ia bersama ibunya terkulai lemas.

Dibenaknya mulai terlintas pertanyaan “ apakah ayah sudah dibunuh”. kenang Nur


Malam terus merangkak, letak rumah Nur yang berjauhan dari rumah-rumah lainnya menyebabkan tidak satupun tetangga yang datang melihat keadaan mereka apalagi suasana konflik pada saat itu menambah ketakutan para warga.

Sejak kejadian itu keluarga Nur sudah berusaha mencari bahkan seluruh warga disana telah mereka tanyai tapi sampai sekarang tidak ada yang pernah melihat keberadaan ayahnya. Setiap mendapatkan kabar tentang adanya penemuan mayat, mereka segera mencari tahu identitas mayat tersebut.

“kami juga sudah mencoba mendatangi pos TNI disini untuk menanyai keberadaan ayah tapi tidak membuahkan hasil, kami yakin kalau ayah diculik oleh tentara dan milisi. Karna sebelum kejadian malam itu ayah pernah mengajak kami sekeluarga kembali ke Bireun karna takut pada milisi”, kenangnya

Sudah delapan tahun ayahnya menghilang namun ia tak pernah lelah mencari. Ia sangat berharap dapat bertemu kembali dengan ayahnya dalam keadaan apapun.

SEJAK AYAHNYA PERGI TAK BERJEJAK IBUNYA YANG menggantikan perannya menjadi orang tua tunggal. Kini ibunya terpaksa bekerja sekuat tenaga untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Ibunya hanya sebagai buruh petani biasa terasa sangat berat memenuhi kebutuhan rumah apalagi penghasilannya yang tidak seberapa.

“Jangankan untuk membiayai sekolah aku buat makan sehari-hari saja kadang-kadang ngutang apalagi sekarang ibu sudah tua, tenaganya tidak kuat lagi. Kalau ibu sedang sakit kami bisa-bisa tidak makan. Ibu pernah menyuruh aku berhenti sekolah karena tidak sanggup membiayai lagi”, imbuhnya sambil menerawang.

Hati Nur bertambah miris ketika teringat pada janji ayahnya semasa masih hidup.

“ayah berjanji akan menyekolahkan aku sampai keperguruan tinggi”,

Air mata gadis itu kembali meleleh, bibirnya terkatup, suara paraunya tertahan dikerongkongan.

“Aceh sekarang sudah damai, ayah kenapa belum juga kembali, apa salah ayah sampai harus dihilangkan dari kami, Aku sangat merindukan kehadirannya. aku ingin memelukayah meski hanya tinggal kerangkanya, kembalikan ayahku dalam keadaan apapun”, pinta Nur dalam doanya yang tak pernah putus.

Langit masih cerah walau panasnya tak lagi seberapa saya mulai beranjak pergi meninggalkannya. Sesaat mengenang kisah sedihnya tanpa terasa air mata saya ikut meleleh. Saya sangat sedih dan terharu ketika mendengar ceritanya, dia sangat berharap ayahnya masih hidup.

Saya membayangkan bahwa tindakan penghilangan paksa itu merupakan tindakan yang sangat kejam yang tidak bisa ditolerir. Kasus penghilangan paksa kerap terjadi di Indonesia apalagi pada masa pemerintahan otoriter bahkan pada masa sekarang pratik otoriter masih saja terjadi konsteknya bisa terjadi dalam situasi konflik bersenjata, operasi rahasia intelijen, hingga dalam sebuah refresi terbuka. Selama kapastian hokum belum ada maka pratek-pratek seperti ini akan terus terjadi di Indonesia yang akan mengancam nyawa manusia.

Kalau berdasarkan Pasal 2 Konvensi Internasional tentang perlindungan terhadap semua orang dari tindakan penghilangan paksa menjelaskan maksud dari penghilangan paksa adalah penangkapan, penahanan, penculikan atau tindakan lain yang merampas kebebasan yang dilakukan oleh aparat Negara atau oleh orang-orang maupun kelompok yang melakukannya dengan mendapat kewenangan, dukungan serta persetujuan dari Negara yang diikuti dengan penyangkalan pengetahuan terhadap adanya tindakan perampasan dan upaya menyembunyikan nasib serta keberadaan orang yang hilang sehingga menyebabkan orang-orang hilang tersebut berada diluar perlindungan hokum.

Negara seharus bertanggungjawab terhadap kasus penghilangan paksa yang alami oleh keluarga Nurhasanah dengan mengungkap kejadian ini dan menemukan keberadaan korban yang sudah dihilangkan oleh alat refresif Negara Semoga harapan Nurhassanah untuk bertemu dengan ayahnya dapat terwujud dengan perdamaian ini, amin



Feri Kusuma.
Divisi Advokasi dan Kampaye KontraS Aceh

***