Antiklimaks Bali Nine

Sebanyak 1,1 juta pelajar Indonesia telah terjerat menjadi pengguna narkoba. Itu terjadi karena maraknya peredaran narkoba di negeri ini. Menyikapi fakta memprihatinkan itu, Jumat (7/3), Ketua Gerakan Anti Narkoba (Granat) Sumatra Utara, Hamdani, mengusulkan masalah narkoba masuk dalam mata pelajaran di sekolah. Pada saat bersamaan, gembong narkoba kelas kakap malah lepas dari hukuman mati.

Jumat pekan lalu, Mahkamah Agung (MA) mengabulkan peninjauan kembali (PK) yang diajukan Tach Duc Thanh Nguyen, Si Yi Chen, dan Matthew James Norman. Di tingkat kasasi, ketiga orang–yang merupakan bagian dari sebuah kelompok yang diberi nama Bali Nine ini tertangkap membawa heroin 8,2 kilogram–divonis mati pada 17 April 2005 lalu.

Enam orang lainnya adalah Andrew Chan, Myuran Sukumaran, Michael Czugaj, Renae Lawrence, Scott Rush, dan Martin Stephens. Penangkapan kesembilan orang ini dilakukan secara terpisah. Michael Czugaj, Scott Rush, Martin Stephens, dan Renae Lawrence ditangkap di Bandara Ngurah Rai, Bali, saat sedang menaiki pesawat tujuan Australia. Andrew Chan ditangkap di pesawat terpisah. Adapun Tach Duc Thanh Nguyen, Myuran Sukumaran, Si Yi Chen, dan Mathew James Norman ditangkap di Hotel Melasti, Kuta.

Hanya Andrew Chan yang saat ditangkap tak membawa narkoba. Michael Czugaj cs saat diciduk di pesawat terbukti membawa sejumlah heroin. Sementara Nguyen cs saat ditangkap di Hotel Melasti memiliki 350 gram heroin dan barang-barang lainnya yang mengindikasikan keterlibatan mereka dalam usaha penyelundupan.

Selanjutnya, kasus ini bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar. Putusan pengadilan pertengahan Februari 2006 adalah tujuh orang divonis seumur hidup. Sedangkan Myuran Sukumaran dan Andrew Chan diganjar hukuman mati karena dianggap berperan lebih penting. Andrew Chan, misalnya, dianggap sebagai godfather kelompok itu.

Tak puas dengan vonis itu, kesembilan orang ini menempuh peradilan selanjutnya. Hanya Renae Lawrence yang berhenti lebih cepat setelah Pengadilan Tinggi Denpasar memvonisnya 20 tahun penjara. Sebelumnya, PN Denpasar memvonisnya seumur hidup. Sedangkan delapan rekannya tetap melaju hingga tingkat kasasi, bahkan PK.

Di tingkat kasasi, bukan korting hukuman yang mereka dapat. Jumlah yang dihukum mati malah bertambah menjadi enam orang: Andrew Chan, Myuran Sukumaran, Scott Rush, Tach Duc Nguyen, Si Yi Chen, dan Norman. Vonis itu dijatuhkan MA pada 6 September 2006. Sedangkan dua orang lainnya tetap dijatuhi hukuman seumur hidup.

Tiga dari enam orang yang sedang menanti hukuman mati itu adalah Tach Duc Thanh Nguyen, Si Yi Chen, dan Matthew James Norman yang kemudian mengajukan PK dan dikabulkan. Mereka yang semula sudah divonis hukuman mati diturunkan menjadi seumur hidup.

”Dikabulkannya PK ketiga orang itu merupakan hasil rapat permusyawaratan MA tertanggal 11 Februari 2008 yang diketuai Harifin A Tumpa, anggota Andar Purba, dan Hakim Nyak Pa,” kata Kepala Sub Bagian Hukum dan Humas MA, Edi Yulianto, di Kantor MA pekan lalu.

Koordinator Harian Kontras, Usman Hamid, memberikan apresiasi terhadap putusan MA yang membatalkan hukuman mati terhadap tiga terpidana itu. Terlepas dari jenis kasus dan subjek terpidananya, kata Usman, penghilangan nyawa seseorang secara hukum memang sudah selayaknya dihentikan.

Menurut dia, dalam membuat putusan, majelis hakim bisa saja melakukan kesalahan yang berakibat pada salahnya hukuman yang diganjarkan pada terdakwa. ”Apalagi peradilan di Indonesia belum sepenuhnya tereformasi secara sempurna. Keputusan hakim yang salah bisa saja terjadi,” katanya. Pengabulan PK terpidana Bali Nine itu, kata Usman, bisa menjadi yurisprudensi MA untuk perkara lainnya, termasuk kasus terorisme.

Dikabulkannya PK itu juga dinilai karena adanya intervensi Australia. Menurut Usman, itu sah-sah saja. Apalagi, Australia adalah salah satu negara yang turut mengampanyekan penghapusan hukuman mati di seluruh peradilan dunia. ”Kalau pendekatan, ya sah-sah saja. Sama seperti kita melakukan pendekatan kepada Malaysia atau Arab Saudi agar jangan menghukum mati TKI yang terlibat hukum,” katanya.

Tapi, Kepala Pelaksana Harian (Kalakhar) Badan Narkotika Nasional (BNN), Made Mangku Pastika, memprotes vonis itu kendati mengaku menghormati proses hukum. Apalagi, sebelumnya, gembong narkoba selalu dihukum mati. ”Setiap hari, 40 orang mati sia-sia karena narkoba,” katanya, mengingatkan.

Menurut data BNN, jumlah 1,1 juta pelajar yang terlibat narkoba tersebut bagian dari 3,2 juta pengguna narkoba di Indonesia. Itu pun, disinyalir BNN, masih merupakan fenomena gunung es. Bila jumlah yang meninggal karena narkoba mencapai 40 orang per hari, itu berarti dalam setahun jumlahnya mencapai 14.600 orang!

Sekarang tinggal pilih, mau menghapuskan hukuman mati para gembong narkoba sehingga mereka leluasa menyebarkan narkoba dan yang membuat generasi muda terbunuh? Atau, jangan-jangan itu yang hendak diajarkan dalam pelajaran di sekolah tentang narkoba: Bali Nine menyelundupkan heroin, narkoba kelas satu, tapi tak dihukum mati.

(ade/run )