“Segera Copot Keimas Yahya Rahman dari Jabatan Jampidsus”

 “Segera Copot Keimas Yahya Rahman dari Jabatan Jampidsus”

KontraS dan Keluarga Korban Pelanggaran berat HAM mendesak Jaksa Agung Hendarman Supandji untuk segera mencopot Keimas Yahya Rahman dari jabatannya sebagai Jaksa Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung. Keengganan dan perilaku tindak bertanggung jawab, serta kegagalan dalam kerja pengungkapan kasus-kasus Pelanggaran berat HAM dan kasus BLBI merupakan bukti ketidak layakan seorang Keimas Yahya Rahman untuk menjadi Jampidsus.

Dalam kasus-kasus Pelanggaran berat HAM, Keimas Yahya Rahman, memiliki catatan buruk ketidak berpihakannya pada upaya-upaya penuntasan kasus pelanggaran berta HAM, baik dalam kapasitasnya sebagai Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung maupun sebagai Jampidsus. Sebagai Kapuspenkum Keimas Yahya Rahman, beberapa kali menyatakan (lihat Lampiran) bahwa kasus-kasus pelanggaran berat HAM seperti Trisakti, Semanggi I dan II, harus menunggu rekomendasi DPR untuk dibuatkan Pengadilan HAM Adhoc dan alasan adanya Ne Bis In Idem. Bahkan, tanpa adanya penyidikan, Keimas Yahya Rahman, berani menyatakan bahwa “Wiranto, berdasarkan proses hukum, tidak terlibat dalam tiga kasus pelanggaran HAM berat” (Sinar Harapan, 26 Mei 2004). Sementara sikap berbeda justru ditunjukkan Keimas Yahya Rahman terhadap keluarga korban yang datang ke Kejagung, dengan cara membentak.

Dalam kapasitasnya sebagai Jampidsus, Keimas Yahya Rahman, masih menolak menindak lanjuti upaya penuntasan kasus-kasus pelanggaran berat HAM. Sejak awal menjabat Jampidsus, tidak pernah memprioritaskan usaha penuntasan kasus-kasus pelanggaran berat HAM. Padahal banyak kasus-kasus pelanggaran berat HAM yang mentok di Kejakgung. Tangapan baru diberikan setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi (21/2/08). Namun tanggapan tersebut masih meneruskan argumentasi lama, termasuk yang keluar dari pernyataannya semasa menjabat Kapuspenkum, dimana Kejaksaan Agung menolak menindak lanjutinya dengan alasan masih diperlukan pengadilan HAM adhoc sebelum dilakukan penyidikan. Bahkan Keimas Yahya Rahman, berani menyatakan bahwa berkas-berkas tersebut hilang dan masih perlu dicari (Media Indonesia, 14 Maret 2008).

Perilaku dan pernyataan Keimas Yahya Rahman sangat tidak berpihak pada upaya penghormatan dan pemenuhan HAM sebagaimana yang diamanatkan UUD 1945 dan dijamin dalam berbagai per-UU-an bidang HAM. Keimas Yahya Rahman, mewakili Kejaksaan Agung, hanya menggunakan intepretasi dari per-UU-an yang ada untuk menghindar, bukan untuk memenuhi kebutuhan korban dan kewajibannya sebagai aparat hukum, sebagaimana sumpah jabatannya.

Tindakan-tindakan Keimas Yahya Rahman, selain merupakan sebagai pengingkaran keadilan dan pembangkangan hukum juga patut diduga mengandung kejahatan karena membiarkan hingga hilang berkas penyelidikan Komnas HAM kasus-kasus pelanggaran berat HAM. Tindakan ini bertentangan dengan sejumlah aturan hukum (lihat Lampiran). Oleh karenanya kami meminta Jaksa Agung segera mencopot Keimas Yahya Rahman dari jabatannya sebagai Jampidsus.  

Jakarta, 15 Maret 2008.
PRESMA UNIVERSITAS TRISAKTI, BEM FAKULTAS HUKUM ATMAJAYA, FAMSI ATMAJAYA, PP PMKRI, GMNI UKI, GMNI UBK, FAM UI, HAMAS Universitas Nasional, Keluarga Korban Tragedi Mei 1998, Keluarga Korban TSS I&II, TPK 12 Mei 1998, KontraS, IKOHI


Lampiran : Ketentuan Hukum Yang dilanggar Oleh Kejaksaan Agung RI
Apabila Menghilangkan/Menggelapkan Berkas Perkara