Parlemen Eropa Keluarkan Deklarasi Tertulis

Jakarta, Kompas – Parlemen Uni Eropa mengeluarkan deklarasi tertulis atas pembunuhan aktivis hak asasi manusia, Munir. Deklarasi ini akan membuat penyelesaian kasus Munir makin memengaruhi diplomasi Indonesia, khususnya di bidang HAM.

Dokumen yang diterima Kompas, Senin (17/3), itu dikeluarkan pada 13 Maret lalu. Dokumen itu dimotori oleh Raul Romeva i Rueda, Eija-Riitta Korhola, Jules Maatan, Glyn Ford, dan Ana Gomes, dan ditandatangani 412 atau sekitar 52 persen dari 795 anggota Parlemen Uni Eropa.

Lewat deklarasi itu, Parlemen Uni Eropa mendesak tiga hal. Pertama, Pemerintah Indonesia didesak segera bertindak agar semua pihak yang bertanggung jawab atas pembunuhan Munir dibawa ke pengadilan. Kedua, Komisi dan Dewan Uni Eropa diminta untuk terus memantau penyelidikan kasus Munir.

Ketiga, meminta Presiden Uni Eropa segera menindaklanjuti isi deklarasi tertulis itu kepada seluruh pemerintah dan parlemen negara anggota Uni Eropa serta Pemerintah Indonesia.

Ketiga desakan itu disampaikan karena pembunuhan Munir merupakan intimidasi dan ancaman terhadap pembela HAM serta jurnalis di Indonesia.

John Muhamad dari Komite Solidaritas untuk Munir (Kasum) menuturkan, rekomendasi itu merupakan dukungan tertulis pertama dari lembaga internasional terhadap penuntasan kasus Munir. Deklarasi itu akan membuat Pemerintah Indonesia terus ditanya perihal penuntasan kasus Munir ketika berhubungan dengan masyarakat Uni Eropa.

”Selain di bidang HAM, deklarasi itu juga dapat memengaruhi diplomasi Indonesia di bidang lain, seperti perdagangan,” kata John.

Usman Hamid dari Kasum menambahkan, pemerintah perlu menanggapi deklarasi itu dengan memeriksa sejumlah nama yang disebutkan dalam persidangan mantan pilot Garuda, Pollycarpus Budihari Priyanto.

Rafendi Djamin dari Human Rights Working Group yang sedang mengikuti Sidang Dewan HAM PBB di Geneva, Swiss, menuturkan, pengungkapan pembunuhan Munir juga dibicarakan Utusan Khusus Sekjen PBB untuk Pembela HAM Hina Jilani pada 13 Maret lalu.

Ketika melaporkan kunjungannya ke Indonesia pada Juni 2007, Hina menyayangkan adanya sejumlah pihak yang membuat penyelesaian kasus pembunuhan Munir berjalan lamban. (NWO)