Komisi Tetap Usut Jejak Jenderal

Bukti-bukti sudah terkumpul.

JAKARTA — Komisi Nasional Hak Asasi Manusia tetap akan menuntaskan penyelidikan kasus pelanggaran hak asasi dalam peristiwa Talang Sari yang diduga melibatkan sejumlah (mantan) Panglima TNI. Laporan itu direncanakan selesai akhir April.

Komisioner Komnas HAM, Yoseph Adi Prasetyo (Stanley), mengatakan lembaganya akan menyusun laporan itu tanpa menunggu kehadiran sejumlah jenderal TNI untuk dimintai keterangan. "Komnas HAM sudah cukup memiliki bukti dan 100 saksi yang telah memberikan keterangan," kata dia di Jakarta kemarin.

Sebelum ini, Komnas HAM sudah melakukan pemanggilan terhadap sejumlah mantan jenderal, yakni Try Sutrisno (mantan Panglima TNI), A.M. Hendropriyono (mantan Komandan Regu Pasukan Garuda Hitam), dan Wismoyo Arismunandar (mantan Pangdam Diponegoro), untuk dimintai keterangan. Tapi mereka menolak hadir. Hanya Laksamana (Purnawirawan) TNI Sudomo yang memenuhi panggilan.

"Kami tidak akan menunggu mereka," kata Yoseph. Menurut dia, laporan Komnas HAM tidak bergantung pada keterangan pelaku. Kelak, setelah laporan selesai disusun, selanjutnya akan diserahkan kepada Kejaksaan Agung.

Peristiwa Talangsari bermula dari serbuan tentara terhadap kelompok pengajian pimpinan Anwar Warsidi di Dusun Cihideung, Talangsari, Lampung Timur. Jemaah ini dianggap merongrong kewibawaan pemerintah. Berdasarkan data Komite Solidaritas Mahasiswa Lampung serta tim advokasi dan investigasi kasus Talangsari, sedikitnya 246 penduduk sipil tewas.

Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono menganjurkan jenderal-jenderal purnawirawan TNI itu untuk tidak memenuhi panggilan Komnas HAM. Menurut dia, pemanggilan itu bertentangan dengan Pasal 28 UUD 1945 ayat 1. Di sana disebutkan asas retroaktif tidak berlaku, karena Undang-Undang HAM dikeluarkan pada 1999 dan UU Pengadilan HAM pada 2000. Adapun kasus Talangsari terjadi pada 1989.

Menurut Juwono, perlu ada payung hukum berupa undang-undang untuk mengusut kasus Talang Sari. Ia mencontohkan kasus Tanjung Priok dan Timor Timur. Namun, semua keterangan itu, ujarnya, merupakan pendapat pribadi. "Bukan keterangan pemerintah," katanya. Ia juga membantah pernyataannya itu akibat tekanan sejumlah purnawirawan TNI.

Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Usman Hamid mengatakan asas seseorang tidak boleh dihukum dengan aturan yang berlaku surut (retroaktif) tidak berlaku untuk kejahatan HAM. Lagi pula pemanggilan Komnas itu bukan berarti para jenderal purnawirawan itu ditetapkan jadi tersangka. "Jadi sebaiknya datang saja."

Adapun Stanley menilai Juwono tidak mengerti hak asasi manusia. "Ia hanya membaca undang-undang," katanya. Dalam HAM, kata dia, apa pun bisa diusut. Ia mengacu pada pengadilan pelaku pelanggaran HAM Nuremberg, Jerman, yang dilakukan bertahun-tahun setelah Perang Dunia II berakhir.

Untuk mengakhiri kontroversi ini, awal April mendatang Juwono akan bertemu dengan sejumlah lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang hak asasi, seperti Kontras, Imparsial, dan Human Rights Watch. "Pekan lalu pun saya juga sempat telepon-teleponan dengan Usman Hamid." Eko Ari Wibowo | Purborini | Maria Hasugian

Sandungan Talangsari

Kerja keras Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mengungkap kisah penyerbuan militer terhadap kelompok Warsidi di Talangsari sembilan tahun lalu, tepatnya 8 Februari 1989, menemui jalan buntu. Komisi tak bisa menanyai para pensiunan jenderal.

Cerita tentang kerusuhan yang menewaskan 22 orang (versi militer) atau 246 orang (versi salah satu LSM) itu masih tersimpan rapat. Sejauh ini baru Sudomo yang mau memberikan penjelasan. Tiga purnawirawan jenderal lainnya enggan datang. Inilah mereka:

Laksamana (Purn) Sudomo

Menteri Koordinator Politik dan Keamanan
Datang 27 Februari
Kasus Talangsari

Sudomo datang memenuhi panggilan. Katanya, "Menkopolkam tidak bertanggung jawab atas peristiwa itu. Secara struktural yang bertanggung jawab (atas kasus Talangsari) Komandan Korem."

Jenderal (Purn) Try Sutrisno

Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
Tidak datang, dipanggil untuk datang 29 Februari

Selama lima tahun sebelum menjadi wakil presiden pada 1993, ia adalah Panglima Angkatan Bersenjata. Saat ia memimpin ABRI–sekarang bernama resmi TNI–kejadian Talangsari meletus.

Letnan Jenderal (Purn) A.M. Hendropriyono

Komandan Komando Resor Militer
Tidak datang, dipanggil untuk datang 3 Maret.

Saat kasus Talangsari, Hendropriyono, yang masih berpangkat kolonel, memimpin Korem 043 Garuda Hitam, Lampung. Tentara di bawah komandonya menyerang jemaah Warsidi.

Jenderal (Purn) Wismoyo Arismunandar

Panglima Kodam IV Diponegoro
Tidak datang, dipanggil untuk datang 29 Februari.

Sejumlah orang yang terkait dengan kasus Talangsari melarikan diri di Jawa Tengah dan ditangkap militer di sana. Saat itu Wismoyo menjadi panglima Komando Daerah Militer IV/Diponegoro dengan wilayah Jawa Tengah.