Banyak Penyiksaan, Presiden Digugat ke Pengadilan

JAKARTA, SELASA – Empat lembaga swadaya masyarakat (LSM) akan menggugat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Andi Mattalatta, serta Kapolri Jenderal Sutanto. Gugatan ini dilayangkan terkait kasus penyiksaan terhadap warga berperkara yang acap kali terjadi.

Anggota Tim Advokasi Antipenyiksaan Gatot mengatakan, saat ini Indonesia telah memiliki ratifikasi undang-undang hak asasi manusia yang di dalamnya mencakup tentang antipenyiksaan, tapi belum diimplikasikan secara nyata.

"Empat LSM akan menggugat Presiden, Menhuk dan HAM, dan Kapolri. Pukul 09.00 ini sidang perdananya di Pengadilan Jakarta Pusat. Empat LSM itu adalah YLBHI, PBHI, ELSAM, dan Kontras. Sebab, penyiksaan terhadap orang yang terlilit masalah hukum masih merebak. Ini terbukti dalam penelitian LBH Jakarta terhadap 367 napi di Jabodetabek (Rutan Salemba, Rutan Cipinang, Rutan Pondok Bambu, dan Lapas Tangerang)," ujarnya ketika dihubungi Kompas.com, Selasa (22/7).

Menurut penelitian tersebut, 83 persen dari 367 napi mendapat penyiksaan selama berada di tahanan. Bentuk penyiksaannya bermacam-macam, baik penyiksaan fisik maupun nonfisik. Gatot mencontohkan penyiksaan fisik yang sering dilaporkan pada keempat ormas tersebut, antara lain jari dijepit, cambuk, mengepel lantai dengan  badan, pukulan, hingga masturbasi.

Sementara itu, penyiksaan nonfisik berupa bentakan atau memengaruhi seseorang untuk mengaku. "Padahal, belum tentu dia salah," jelasnya.

Oleh karena itu, keempat ormas itu akan menuntut perubahan terhadap substansi KUHP yang tidak mengatur tentang pelaku penyiksaan. Mereka juga menuntut agar ketiga tergugat memperbanyak kunjungan di tempat tahanan. Sebab, lanjutnya, masyarakat internasional sangat percaya semakin banyak frekuensi kunjungan akan memperkecil jumlah penyiksaan.

Empat ormas tersebut juga meminta Presiden, Menhuk dan HAM, dan Kapolri tidak memberikan toleransi terhadap siapa pun yang melakukan penyiksaan kepada orang berperkara, termasuk polisi sekalipun.