Muchdi Diadili

Jakarta, Kompas – Mantan Deputi V Badan Intelijen Negara Muchdi Purwopranjono mulai diadili sebagai terdakwa dalam kasus pembunuhan berencana terhadap aktivis hak asasi manusia, Munir. Sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (21/8), itu dipimpin majelis hakim Suharto, Achmad Yusak, dan Haswandi.

Ruang sidang dipadati pengunjung. Istri almarhum Munir, Suciwati, sejumlah aktivis yang tergabung dalam Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (antara lain Usman Hamid dan Choirul Anam), wartawan dari media lokal dan asing, serta sejumlah pria berbadan tegap, hadir di PN Jaksel. Beberapa orang yang tergabung dalam Brigade Merah Putih menggelar unjuk rasa di depan gedung pengadilan, mendukung Muchdi.

Muchdi didampingi para penasihat hukumnya, antara lain Wirawan Adnan dan Luthfie Hakim. Adapun tim jaksa diketuai Cirus Sinaga.
Seusai pembacaan dakwaan, Muchdi mengatakan, ”Secara prinsip saya mengerti yang didakwakan meskipun pada kenyataannya jauh dari yang sebenarnya.”
Suciwati, seusai sidang, menyatakan akan terus memonitor jalannya sidang.

Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Usman Hamid menilai, dari dakwaan jaksa terlihat konstruksi kasusnya berbeda dengan kesimpulan tim pencari fakta. ”Dakwaan cenderung mengarah pada individual crimes, bukan pembunuhan konspirasi,” kata Usman.

Munir, yang dikenal sangat vokal memperjuangkan penegakan HAM dan mengkritik kebijakan pemerintah/negara dalam pengajuan RUU Intelijen, RUU TNI, dan RUU Terorisme, terlibat investigasi penculikan aktivis tahun 1997-1998. Terungkap, pelaku penculikan adalah anggota Komando Pasukan Khusus yang dikenal sebagai Tim Mawar. Akibatnya, Muchdi yang baru 52 hari menjadi Komandan Jenderal Kopassus diberhentikan dari jabatannya. ”Hal ini merupakan pukulan yang sangat berat karena telah menamatkan kariernya sebagai militer sehingga sakit hati dan dendam kepada korban Munir,” kata jaksa.

Timbul keinginan Muchdi untuk menghilangkan jiwa Munir dengan menggunakan anggota jejaring non-organik BIN, yakni Pollycarpus Budihari Priyanto yang sehari-hari bertugas sebagai pilot Garuda Indonesia. Untuk menunjang kelancaran tugas operasional, Muchdi memberikan uang sebesar Rp 17 juta kepada Polly yang bersumber dari keuangan Deputi V BIN.

Polly pun ditempatkan di corporate secretary pada Garuda. Untuk itu, Polly membuat surat rekomendasi kepada Garuda yang dikoreksi Budi Santoso, staf BIN. Beberapa hari kemudian, saksi Polly memberi tahu kepada Budi, ”Pak, saya mendapat tugas dari Pak Muchdi Purwopranjono untuk menghabisi Munir.”
Seusai sidang Luthfie Hakim menegaskan, selama ini fakta dari Budi Santoso tidak pernah disampaikan di persidangan, hanya melalui berita acara pemeriksaan. Oleh karena itu, penasihat hukum meminta Budi dihadirkan sebagai saksi. Apabila pengadilan tidak bisa menghadirkan, pihak Muchdi meminta nama Budi dicoret dari daftar saksi.

Sementara itu, Wirawan Adnan mempertanyakan dakwaan yang menyebutkan Muchdi dendam kepada Munir. ”Dendam? Itu hanya asumsi jaksa,” ujarnya.
Wakil Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya Fadli Zon, Kamis, dalam jumpa pers menyatakan, pihaknya akan tetap memberikan dukungan moral maupun advokasi hukum kepada para kadernya yang sedang beperkara secara hukum, termasuk Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Muchdi Purwopranjono. Fadli meminta semua pihak mengikuti proses hukumnya hingga ada hasil keputusan hukum mengikat. (IDR/DWA)