Kasus Talangsari: Kejaksaan Tunggu Pembentukan Pengadilan Khusus

JAKARTA – Kejaksaan Agung belum akan menyidik kasus pelanggaran berat hak asasi manusia di Talangsari, Lampung. Kejaksaan menunggu dibentuknya pengadilan khusus pelanggaran berat hak asasi. "Kasus ini spesifik, jadi tidak bisa diadili di pengadilan umum," kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Marwan Effendy di Dewan Perwakilan Daerah, Jakarta, kemarin.

Marwan mengatakan, walaupun kasus ini tetap disidik, tak jelas ke mana akan dilimpahkan. Selain itu, jika ada saksi atau tersangka yang harus dipanggil paksa, mereka bisa mempraperadilankan kejaksaan. "Ke mana ini dilimpahkan kalau pengadilannya tidak ada?" ujarnya.

Selasa lalu, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menyatakan telah memiliki cukup bukti permulaan bahwa telah terjadi pelanggaran berat hak asasi di Talangsari pada 1989. Komisi akan menyerahkan hasil penyelidikan tersebut ke kejaksaan.

Marwan mengatakan pengadilan khusus itu bisa dibentuk atas permintaan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Presiden. Hal tersebut, menurut Marwan, sesuai dengan pernyataan Dewan yang mengkategorikan kasus di Talangsari itu sebagai pelanggaran berat hak asasi. Pengadilan itu nantinya hanya akan menyidangkan perkara Talang Sari.

Namun, Marwan mengatakan Komisi bisa meminta DPR membentuk pengadilan khusus. "Kejaksaan tak mungkin bisa menyidik, meskipun ada berkas dari Komnas HAM," kata Marwan.

Sidang paripurna Komisi dengan agenda tunggal laporan akhir tim ad hoc Talangsari, yang digelar Selasa lalu, menyimpulkan adanya bukti permulaan yang cukup soal terjadinya pelanggaran HAM dalam peristiwa berdarah pada Februari 1989 itu.

"Semua unsur adanya kejahatan terhadap kemanusiaan yang terdapat dalam pasal 9 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM terpenuhi," ujar Wakil Ketua Bidang Eksternal Komnas HAM Hesti Armiwulan.

Menurut dia, unsur-unsur kejahatan terhadap kemanusiaan tersebut antara lain pembunuhan, pengusiran paksa, penyiksaan, dan penganiayaan. "Tindakan itu dilakukan secara sistematis dan meluas."

Peristiwa Talangsari, yang terjadi pada 7 Februari 1989, bermula dari serbuan tentara terhadap kelompok pengajian di Dusun Cihideung, Lampung Timur. Jemaah pengajian yang dipimpin Anwar Warsidi itu dianggap merongrong kewibawaan pemerintah karena sering mengkritik kebijakan Soeharto.

Catatan Komisi, peristiwa itu menimbulkan korban 534 orang. Perinciannya, korban pembunuhan 130 orang, pengusiran paksa 77 orang, perampasan kemerdekaan 53 orang, penyiksaan 45 orang, dan penganiayaan 229 orang.

Tim ad hoc Talangsari telah meminta keterangan 98 saksi, meliputi 94 saksi korban, seorang aparat sipil, seorang saksi dari Tentara Nasional Indonesia, dan seorang saksi dari kepolisian. "Semua saksi itu kami mintai keterangan dengan wawancara langsung," ujar Hesti. DESY PAKPAHAN | TITIS SETIANINGTYAS