Menhan: Tuduhan Itu Anekdotal

Jangan Sama Ratakan Pelanggaran HAM

Jakarta, Kompas – Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono meminta semua pihak tidak menyamaratakan dan memaksakan semua jenis kekerasan oleh aparat, dalam hal ini terkait Tentara Nasional Indonesia, sebagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia berat.

Tidak hanya itu, Juwono juga menilai tuduhan TNI melakukan pelanggaran HAM berat pada masa lalu, seperti dalam kasus Talangsari di Lampung, peristiwa Mei 1998, atau kasus penghilangan orang secara paksa tahun 1997-1998, adalah tuduhan yang bersifat anekdotal.

Pernyataan itu disampaikan Juwono, Kamis (18/12), dalam jumpa pers seusai membuka Seminar Nasional HAM dan Pertahanan Negara bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Indonesia di Departemen Pertahanan.

”Sebagai penyelenggara negara, TNI berhak dan berwenang menyelenggarakan kekerasan negara atau disebut the monopoly of legitimate violence dengan mengatasnamakan keselamatan bangsa, pengamanan kedaulatan, dan keutuhan wilayah,” ujar Juwono.

Pembicara lainnya adalah Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Muladi, dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia Edy Prasetyono, Koordinator Kontras Usman Hamid dan Kepala Badan Pembinaan Hukum Mabes TNI Laksda Henry Willem.

”Terkait kasus masa lalu, saya tekankan itu kasus anekdotal karena peristiwa (Talangsari) itu terjadi tidak sistematis atau sengaja menjadi kebijakan pemerintah Orde Baru. Hal itu yang harus di-clear-kan,” ujarnya.

Dalam kasus Talangsari, menurut Juwono, masyarakat harus melihat pada masa itu terdapat upaya sejumlah kelompok mengganti dasar negara dengan agama tertentu dan mendirikan negara baru. Mereka lalu melakukan perlawanan bersenjata, yang menewaskan dua aparat TNI-Polri.

Dalam pidato tertulis yang dibacakan Henry Willem, Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso menegaskan, institusinya selama ini sangat berkomitmen, paham, menghargai, dan menghormati, serta berkomitmen tinggi pada HAM.

”Seandainya dalam pelaksanaan (tugas pertahanan) ada yang dinilai eksesif, melampaui prosedur, dan tidak sesuai harapan bersama, hal itu adalah hak semua pihak untuk menilai. Akan tetapi, kami harap jangan setiap persoalan dibaca hitam-putih belaka,” papar Djoko. (DWA)