Kontras: Rehabilitasi Keluarga Robot Gedek


Jakarta, kompas – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan menegaskan, negara harus merehabilitasi nama Robot Gedek dan keluarganya jika terbukti Robot Gedek tidak membunuh. Kontras memuji prestasi Kepolisian Daerah Metro Jaya yang mengungkap kasus pembunuhan yang dilakukan Baekuni (48) alias Babeh.

Demikian disampaikan Koordinator Kontras, Usman Hamid, menanggapi kemungkinan aksi Babeh di balik kasus Robot Gedek, Selasa (2/2).

Kontras memaparkan, negara wajib merehabilitasi nama Robot Gedek dan keluarganya bila setelah memiliki kekuatan hukum tetap terungkap bahwa Baekuni- lah yang melakukan pembunuhan, bukan Robot Gedek.

Usman mengapresiasi prestasi Polda Metro mengungkap kasus pembunuhan yang dilakukan Babeh. ”Pengungkapan kasus ini bisa memulihkan citra Polri yang terpuruk belakangan ini. Prestasi yang diraih Polda Metro sudah selayaknya segera diikuti polda- polda lain,” ucap Usman.

Pengungkapan kasus ini, lanjutnya, menunjukkan bahwa polisi peduli terhadap hak orang miskin.

Usman mengakui, cara pembunuhan yang dilakukan Robot Gedek dan Babeh sama. Oleh karena itu, tidak heran jika publik menduga Babeh ada di balik kasus Robot Gedek.

”Seingat saya, dalam kasus Robot Gedek, pakar hukum Satjipto Wirosarjono pun meragukan kebenaran pengakuan Robot Gedek yang hanya didukung seorang saksi utama,” ujar Usman.

Ia juga meragukan kemampuan Robot Gedek membunuh. Sebab, Robot Gedek di samping kurang waras, juga dikenal sebagai pribadi yang lugu dan lemah.

Putusan pengadilan

Dalam sidang pengadilan kasus Robot Gedek di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa, 20 Mei 1997, dari 20 saksi, hanya Babeh yang mengaku melihat Robot Gedek bersama potongan mayat korban.

Meski demikian, di depan majelis hakim, Babeh mengaku tidak melihat sendiri Robot Gedek membunuh. Babeh hanya melihat Robot Gedek memotong pergelangan tangan dan pangkal kaki korbannya yang kemudian dimasukkan ke dalam plastik.

Melihat hal itu, Babeh di pengadilan mengaku hanya mengatakan kepada Robot Gedek, ”Tega benar lu Bot”.

Dalam sidang, penasihat hukum Robot Gedek mengatakan, ”Keterangan terdakwa (bahwa ia membunuh dan memutilasi) saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkan harus disertai alat bukti yang lain.”

Majelis hakim menjawab, keterangan terdakwa sudah sesuai dengan keterangan Babeh. Dalam pengadilan ini, Babeh menggunakan nama Sunarto, bukan Baekuni. Tentang hal ini, Usman mengatakan, ”Bukan berarti Sunarto bukan Baekuni.” Sebab, seperti diakui sejumlah penyidik Polda Metro, Babeh sering berganti nama. ”Saat tinggal di Kuningan, Jawa Barat, ia memakai nama Agus,” ucap penyidik Ajun Komisaris Danang Kartika beberapa waktu lalu.

Dibantah

Pengacara Babeh, Rangga B Rikuser, yang dihubungi terpisah kemarin membenarkan bahwa kliennya mengenal Robot Gedek sebagai kawan jalanan, tetapi tidak pernah menjadi saksi dalam sidang kasus pembunuhan yang dilakukan Robot Gedek.

”Selama saya mendampingi klien saya diperiksa polisi, ia tidak pernah menyebut pernah menjadi saksi dalam sidang kasus pembunuhan yang dilakukan Robot Gedek,” ucap Rangga.

Ia menegaskan, yang disebut Babeh dalam sidang pengadilan kasus pembunuhan yang dilakukan Robot Gedek maupun dalam kasus sodomi di Jakarta Timur bukan kliennya. Kebetulan saja aliasnya sama.

”Babeh klien kami memang pernah disidang, tetapi bukan kasus sodomi, melainkan dalam kasus penculikan anak yang terjadi pada tahun 1998,” ujar Rangga.

Tentang adanya nama korban kliennya yang sama dengan nama korban Robot Gedek, Rangga mengakui hal tersebut. Akan tetapi, bukan berarti korbannya sama. Korban bernama Rio, misalnya,

”Rio yang menjadi korban Babeh itu dibunuh pada 14 Januari 2008, Jadi, tidak mungkin sama dengan anak yang menjadi korban Robot Gedek,” ujar Rangga.

Secara terpisah, Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Boy Rafli Amar mengatakan, penyidik belum memeriksa kaitan kasus Babeh dengan kasus Robot Gedek.

”Sampai sekarang, penyidik masih fokus pada kasus mutilasi yang diduga dilakukan Babeh,” ucapnya.

Berdasarkan penelusuran data dari vonis Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tahun 2007, Robot Gedek dihadapkan ke pengadilan dan menerima vonis mati dari majelis hakim yang diketuai Sartono pada 20 Mei 1997.

Dalam sidang, Babeh mengaku sebagai pedagang baju bekas di Pasar Jiung, Kemayoran, Jakarta Pusat. Babeh pernah mengikuti Robot yang pergi bersama bocah bernama Wisnu Ibnu Pranoto ke bekas Bandara Kemayoran sekitar pukul 01.00.

Dari kejauhan, Babeh melihat semak-semak bergoyang. Saat mendekati semak, Babeh menyaksikan Robot Gedek tengah memotong pergelangan tangan dan pangkal kaki korban.

Babeh juga mengaku pernah bertukar cerita dengan Robot Gedek soal kebiasaannya menyodomi anak-anak. Babeh mengikuti Robot Gedek lantaran dia iri melihat terdakwa membawa anak laki-laki berusia sekitar 13 tahun.

Sampai Senin lalu, jumlah korban yang dibunuh Babeh sudah 14 anak laki-laki. Mereka adalah Adi, Rio, Arif Abdullah alias Arif ”Kecil”, Ardiansyah, Teguh, Irwan Imran, Aris, Riki, Yusuf Maulana, Feri, Doli, Adit dan Kiki. Rata-rata usia mereka 10-12 tahun, kecuali Arif yang masih berusia tujuh tahun.

Polisi, psikolog, pendidik, dan kriminolog menilai kasus Babeh sangat fenomenal.

(COK/ART/WIN)