Jangan Pilih Caleg/Capres Yang Tak Dukung Proses Penyelesaian Masalah Pelanggaran HAM

Jakarta, NTT Online – “Aksi Kamisan” yang digalang JSKK (Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan) menghimbau masyarakat Indonesia untuk tidak memilih calon anggota legislatif (caleg) dan calon presiden (capres) yang tidak mendukung proses penyelesaian masalah pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dalam Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden tahun ini.

Aksi Kamisan ke-99 ini merupakan aksi rutin yang dilakukan setiap hari Kamis dari jam 16.00-17.00 wib di depan istana negara dimana setiap orang yang mengenakan pakaian berwarna hitam dan memegang payung hitam hanya berdiri diam tanpa Berorasi.

Aksi Kamisan hari ini juga meminta pemerintah dan aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas semua kasus pelanggaran HAM di indonesia.

Berikut alasan mendasar Aksi Kamisan menuntut pengusutan dan penyelesaian masalah pelanggaran HAM.

Meski Reformasi telah bergulir delapan tahun lamanya, dan penguasa silih berganti dari mulai Habiebie, Gusdur, Megawati, sampai dengan Susilo Bambang Yudohyono, namun keberpihakan pada penegakan HAM, dan keadilan bagi korban belum juga terpenuhi.

Sekian banyak tragedi Kemanusiaan yang terjadi; tragedi Peristiwa 65, tragedi Talangsari, tragedi Tanjungpriok, tragedi 27 Juli 1996, tragedi Penculikan, tragedi Trisakti, tragedi Mei 1998, tragedi Semanggi I, tragedi Semanggi II, dan pamungkasnya pembunuhan Munir, seorang yang selama ini bergiat mengadvokasi kasus-kasus tersebut. Di luar itu, tentu saja masih begitu banyak pelanggaran HAM yang tak tersentuh.

Semuanya menggelap karena digelapkan, Negara terus menggelapkan pelakunya, menggelapkan penanggungjawabnya, bahkan Negara menjadi pelaku impunitas terhadap kasus tersebut, dengan terus mengabaikan penuntasannya.

Kemauan dan keberanian SBY mestinya mampu menjawab semua soal di atas, sebab peran kunci saat ini ada pada genggamannya.

Delapan tahun para korban dan keluarga korban, dengan segala upaya dan daya telah artikulasikan segala asa, rasa, dan tuntutan pada setiap mereka yang berkuasa.

Namun kebebalan Negara tak jua tersembuhkan. Terinspirasi dari aksi “Plaza De Mayo” tentang aksi tiap hari Selasa yang dilakukan ibu-ibu dimana anak mereka telah menjadi korban penculikan rezim.

Dalam aksi solidaritas ini hadir pula Pak Bejo korban keganasan pemerintah orde baru pada tahun 1965, Pa Effendi korban kasus peristiwa Tanjung Priok tahun 1984, ibu Sumarsi ibunda wawan mahasiswa Atmajaya yang meninggal dalam peristiwa Semanggi 1 tahun 1998, Ibu Suciwati istri mendiang almarhum Cak Munir aktivis HAM yang meninggal dalam pesawat garuda dalam perjalanan ke Belanda.

Hadir pula anggota Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindakan Kekerasan (KONTRAS), wakil dari PMKRI (Heru Dhema Dolaraho), wakil dari GMNI (Astrid) dari GMNI serta masa aksi yang berjumlah sekitar 70 orang.