Proses pemilu telah melewati tahap pemungutan suara dan sedang dalam proses rekapitulasi hasil pemungutan suara. Terlepas dari hasil hitungan sementara mengenai hasil pemilu yang sedang berjalan, hal yang tidak kalah penting untuk diperhatikan adalah proses penyelenggaraannya. Berapapun perolehan suara akan menjadi tidak bermakna apabila proses penyelenggaraannya diwarnai dengan pelanggaran yang masif, sistematis dan terstruktur.
Seperti diketahui bahwa dalam proses pemilu kali ini banyak diwarnai dengan berbagai pelanggaran baik yang bersifat administrasi maupun pidana. Data terakhir yang dilansir Bawaslu pada hari Senin (13/IV/2009), jumlah pelanggaran yang terjadi pada tahap pemungutan suara sebanyak 758 pelanggaran dengan rincian pelanggaran administrasi 496 pelanggaran, pidana 96 kasus, dan lain-lain 166 kasus.
Pelanggaran pemilu tersebut tidak hanya dilakukan oleh peserta pemilu tetapi justru banyak yang dilakukan oleh pihak penyelenggara seperti tidak memutakhirkan DPT, tidak memasang DPT dan DCT di TPS, serta tidak menyediakan TPS khusus bagi pemilih tertentu di rumah sakit. Selain itu, KPU juga mengedarkan surat yang mengesahkan penggunaan surat suara yang tertukar dengan surat suara yang diperuntukkan bagi pemungutan suara di daerah pemilihan yang lain.
Selain masalah pelanggaran tersebut diatas, KPU juga telah melakukan kebohongan kepada masyarakat dalam bentuk informasi yang tidak benar mengenai proses persiapan pemilu. Kebohongan publik tersebut setidaknya dilakukan pada :
Bahwa informasi yang disampaikan oleh KPU selama ini tentang proses persiapan penyelenggaraan pemilu tidak terbukti kebenarannya.
Adanya kenyataan yang berbeda dengan apa yang telah disampaikan oleh KPU membuktikan bahwa KPU telah melakukan kebohongan kepada masyarakat. Kondisi tersebut juga dikarenakan para penyelenggara abai terhadap aturan perundang-undangan tentang pemilu yang berlaku dan tidak mengindahkan etika penyelenggaraan pemilu sebagaimana tertuang dalam kode etik penyelenggara pemilu yaitu KPU harus bertindak transparan dan akuntabel, melayani pemilih menggunakan hak pilihnya, bertindak profesional, dan administrasi pemilu yang akurat.
Sehubungan dengan hal tersebut diatas maka kami mendesak agar :
1. | Bawaslu segera menindak lanjuti pelanggaran etika penyelenggara pemilu tersebut dengan membuat rekomendasi sidang Dewan Kehormatan KPU |
2. | Komisi II DPR mengambil sikap politik terhadap para anggota KPU yang bertanggung jawab terhadap kekacauan pemilu |
3. | Masyarakat dan pihak-pihak yang merasa dirugikan oleh ketidakpatuhan KPU terhadap etika penyelenggaraan pemilu menempuh mekanisme hukum yang tersedia dalam menuntut rehabilitasi hak politiknya |
Demikian, pernyataan sikap ini kami sampaikan bersama sebagai wujud kepedulian Pokja Pemantau Penyelenggara Pemilu terhadap proses penyelennggaraan pemilu yang bersih, jujur dan adil.
Jakarta, 13 April 2009
Pokja Pemantau Penyelenggara Pemilu
Forum Masyarakat Pemantau Parlemeen Indonesia (Formappi)
YAPPIKA
Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD)
Komite Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia
Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN)
Komite untuk Orang Hilang dan Anti Kekerasan (KontraS)
Komite Pemilih Indonesia (Tepi)
Indonesia Corruption Watch (ICW)
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta
Seknas Forum Indonesia untk Transparansi Anggaran (FITRA)