Pelaku Kekerasan di Papua Terlatih

Jakarta, Kompas – Rangkaian teror dan kekerasan yang terjadi di Papua akhir-akhir ini diduga dilakukan orang terlatih. Tipologi khusus kekerasan itu ditandai dengan penggunaan senjata api dan bom serta penyertaan kaum muda yang mudah terpancing isu dan informasi menyesatkan.

Penggunaan bom untuk menebar teror, tutur Muridan S Widjojo dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia ( LIPI), menunjukkan sesuatu yang baru dan tidak biasa, termasuk dalam kasus pembakaran Kantor Rektorat Universitas Cenderawasih. Meskipun demikian, dalam jumpa pers yang digelar di Kantor Kontras, Jumat (17/4), Muridan mengatakan, hal-hal baru belum bisa digunakan untuk mengambil kesimpulan tentang siapa pelaku teror dan kekerasan itu sesungguhnya.

Ia mengemukakan, saat ini kekuatan Organisasi Papua Merdeka melemah dan tidak mengakar pada gerakan kaum muda Papua. Bahkan, ia mengatakan, umumnya pemimpin OPM telah membuka wacana damai. Oleh karena itu, isu separatisme di Papua sebenarnya sudah tidak masanya lagi.

Namun, yang mengkhawatirkan adalah siklus kekerasan di Papua tetap dipelihara. Upaya penyelesaian melalui jalan damai selalu membentuk tembok politik besar yang bernama ketidaksalingpercayaan antara pemerintah pusat dan masyarakat Papua. Hal itu menjadi sebab utama mengapa konflik dengan mudah tersulut di Papua.

Untuk itu, ia berpendapat, perlunya investigasi menyeluruh dan tuntas terkait teror dan kekerasan di Papua. Selanjutnya, dibangun dialog untuk mewujudkan perdamaian di Papua.

Hal senada juga dikemukakan Rafendi Djamin dari Human Right Working Group (HRWG.). Menurutnya, yang perlu dibangun saat ini adalah saling percaya antarkomponen masyarakat serta antara pemerintah pusat dan masyarakat Papua. Menurutnya, persoalan di Papua tidak lagi dapat dihadapi dengan kekerasan.

Untuk itu pula dalam seruan bersama, yang dikeluarkan antara lain oleh Kontras, HRWG, Imparsial, Jaringan Tambang, Federasi Kontras, dan Fokker LSM Papua, disebutkan, perlunya inisiatif pemerintah untuk menggelar dialog berkelanjutan.

Selain itu, semua pihak saat ini diminta untuk menahan diri dan tidak terprovokasi dengan berbagai isu dan teror yang berkembang. Masyarakat juga diimbau untuk tidak menggunakan kekerasan guna menyikapi suatu persoalan.

Oslan Purba dari Federasi Kontras menyebutkan, selain harapan-harapan tersebut, aparat keamanan, baik polisi maupun TNI, diharapkan dapat bertindak dengan profesional. Dalam pendekatan kepada masyarakat, mereka diharapkan tetap mengedepankan prinsip-prinsip hak asasi manusia.

Dengan demikian, upaya-upaya yang dilakukan setiap pemangku kepentingan di Papua seluruhnya semata-mata diarahkan demi terwujudnya Papua Tanah Damai. (JOS)