Pidato SBY Formalistik dan Menghindar

Jakarta, Kompas – Pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tentang proses pemilihan umum terkesan formalistik. Tidak hanya itu, pidato yang disampaikan Presiden pada Kamis malam lalu juga dinilai defensif.

Demikian penilaian sosiolog dari Universitas Indonesia, Thamrin Amal Tomagola, ketika bersama-sama anggota Dewan Perubahan Nasional (DPN) mengadu ke Komnas HAM, Jumat (17/4) di Jakarta.

Menurut Thamrin, dalam pidato tersebut, pemerintah terkesan mengajak semua pihak untuk bertanggung jawab atas kekisruhan pelaksanaan pemilu. Padahal, persoalan itu seharusnya menjadi tanggung jawab Presiden, Departemen Dalam Negeri, dan Komisi Pemilihan Umum.

Hadir dalam pengaduan tersebut antara lain adalah Ray Rangkuti dari Lingkar Madani, Chalid Muhammad dari Institut Hijau, Siti Maymunah dari Jatam, dan Papang dari Kontras. Mereka diterima Wakil Ketua Komnas HAM Ridha Saleh.

Menurut Thamrin, sikap yang ditunjukkan Presiden melalui pidatonya itu tidak bisa diterima. Pelaksanaan pemilu yang karut-marut telah menghilangkan hak konstitusional sebagian warga. Keteledoran dalam pengelolaan daftar pemilih bisa menjadi penyesatan yang menyebabkan hak warga terlanggar.

Menyikapi persoalan tersebut, ia mendesak Komnas HAM untuk menginvestigasi secara menyeluruh kasus itu.

Cacat konstitusional

Hal senada juga dikemukakan Chalid Muhammad dan Ray Rangkuti. Bahkan mereka meminta agar hak konstitusional warga itu direhabilitasi dan presiden wajib membuat peraturan pemerintah pengganti undang-undang yang mengatur rehabilitasi tersebut.

Cacat konstitusional yang terjadi dalam pemilu lalu, menurut Ray Rangkuti, sepenuhnya merupakan tanggung jawab negara. Oleh karena itu, negara selayaknya memulihkan lagi hak politik warga dan mengakomodasinya dalam pemilu khusus.

Menanggapi hal itu, Komnas HAM, tutur Ridha Saleh, telah membentuk tim penyelidik. Tim tersebut akan mengkaji persoalan terlanggarnya hak konstitusional warga tersebut. ”Dalam konteks HAM, hilangnya hak seorang warga negara sama berharganya dengan hilangnya hak dua juta atau lebih warga,” kata Ridha.

Oleh karena itu, Komnas HAM akan berupaya dengan sungguh-sungguh menyelidiki kasus tersebut. Apalagi, di banyak tempat terjadi pola yang sama, yaitu hilangnya hak pilih warga.

Rabu lalu, tim hukum dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan juga mendatangi Komnas HAM. Tim itu menyampaikan keluhan warga terkait hilangnya hak pilih mereka. (JOS)