Jangan Menyerah meski Kesulitan

Jakarta, Kompas – Komunitas korban dan keluarga korban pelanggaran hak asasi manusia diharapkan tak mudah menyerah meskipun menghadapi berbagai kesulitan. Semangat, dan khususnya cinta seorang ibu kepada anaknya yang hilang, merupakan sumber kekuatan yang terus dipupuk untuk menghadapi berbagai macam kesulitan yang muncul.

”Kalau bukan ibu yang mengingat dan memperjuangkan anak kita yang hilang, siapa yang akan mengingat mereka? Karena itu, terus berjuang, meski dalam kesedihan dan jangan menurunkan semangat,” tutur Lydia Taty Almeida (80), seorang ibu yang tergabung dalam komunitas ibu dari Plaza de Mayo, Argentina, Minggu (19/4) di Jakarta.

Semangat dan keteguhan hati itu ia bagikan kepada ibu-ibu anggota Komunitas Korban Kerusuhan Mei 1998 dan Korban Pelanggaran HAM di Indonesia. Hadir dalam pertemuan tak resmi, Minggu di rumah keluarga korban kerusuhan Mei di Klender, Jakarta Timur, itu, antara lain, Ruminah (Komunitas Korban Mei), Tineke Rumkabu dari Kasus Biak Berdarah, Maria da Silva dari Timor Leste, Salmiati dari Korban Daerah Operasi Militer (DOM) Aceh, dan Angkhana Neelapaijit (istri mendiang pejuang HAM Thailand, Somchai Neelapaijit).

Dalam kesempatan itu, para ibu berbagi kisah dan usaha mereka untuk memperjuangkan pemenuhan keadilan atas kasus yang mereka hadapi. Usaha tersebut tak mudah, seperti yang dikisahkan Tineke. Saat mencoba memperjuangkan nasib orangtuanya, Yakob Rumkabu, yang merupakan korban DOM di Papua, ia menjadi korban dalam Kasus Biak Berdarah, Juli 1998.

Selain kehilangan sanak keluarga dalam kasus pelanggaran HAM, kata Tineke, korban kerap menjadi korban ganda saat memperjuangkan pemenuhan keadilan. Meskipun demikian, sikap tak bersahabat yang diterima tak menyurutkan upaya korban dan keluarga korban mencari keadilan.

Hal senada juga diungkapkan Maria da Silva. Mantan tahanan politik tahun 1977 itu bersama dengan rekan-rekannya mencoba berbagai usaha mencari keadilan. Ia mengungkapkan, meskipun Komisi Kebenaran dan Persahabatan antara Timor Leste dan Indonesia telah selesai dan menghasilkan kesimpulan, hingga saat ini upaya lanjut belum sepenuhnya dinikmati oleh rakyat Timor Leste.

Menanggapi kisah itu, Lydia Taty mengatakan, upaya mencari pemenuhan keadilan tidak dapat diupayakan sendiri. Selain itu, perlu juga keteguhan hati untuk melewati masa sulit dan sepi.

Ia mengatakan, kaum ibu dari Plaza de Mayo hingga kini masih terus berjuang untuk anak-anak mereka yang hilang. Usaha itu dilakukan sejak 32 tahun lalu dan hingga kini belum berakhir meski banyak di antara ibu-ibu itu ada yang sudah meninggal. ”Terus berjuang,” kata Lydia. (jos)